Thursday, April 29, 2010

IDHAM CHALID

1 comments
KH Idham Chalid kelahiran Satui, Kalimantan Selatan, 27 Agustus 1921, seorang ulama dan politikus pelaku filosofi air. Dia seorang tokoh Indonesia yang pernah menjadi pucuk pimpinan di lembaga eksekutif, legislatif dan ormas (Wakil Perdana Menteri, Ketua DPR/MPR, dan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama). Juga pernah memimpin pada tiga parpol berbeda yaitu Masyumi, NU dan PPP.
Laksana air, peraih gelar Doktor Honoris Causa dari Al-Azhar University, Kairo, ini seorang tokoh nasional, yang mampu berperan ganda dalam satu situasi, yakni sebagai ulama dan politisi. Sebagai ulama, ia bersikap fleksibel dan akomodatif dengan tetap berpegang pada tradisi dan prinsip Islam yang diembannya. Demikian pula sebagai politisi, ia mampu melakukan gerakan strategis, kompromistis, bahkan pragmatis.
Dengan sikap dan peran ganda demikian, termasuk kemampuan mengubah warna kulit politik dan kemampuan beradaptasi terhadap penguasa politik ketika itu, ulama dari Madrasah Pondok Modern Gontor, ini tidak kuatir mendapat kritikan dan stereotip negatif sebagai tokoh yang tidak mempunyai pendirian, bunglon bahkan avonturir.
Peran ganda dan kemampuan beradaptasi dan mengakomodir itu kadang kala membuat banyak orang salah memahami dan mendepksripsi diri, pemikiran serta sikap-sikap socio-polticnya.
Namun jika disimak dengan seksama, sesungguhnya KH Idham Chalid yang berlatarbelakang guru itu adalah seorang tokoh nasional (bangsa) yang visi perjuangannya dalam berbagai peran selalu berorientasi pada kebaikan serta manfaat bagi umat dan bangsa.
Dengan visi perjuangan seperti itu, pemimpin NU selama 28 tahun (1955-1984), itu berpandangan tak harus kaku dalam bersikap, sehingga umat selalu terjaga kesejahteraan fisik dan spiritualnya. Apalagi situasi politik di masa demokrasi terpimpin dan demokrasi Pancasila, tidak jarang adanya tekanan keras dari pihak penguasa serta partai politik dan Ormas radikal.
Sebagaimana digambarkannya dalam buku biografi berjudul "Idham Chalid: Guru Politik Orang NU" yang ditulis Ahmad Muhajir (Penerbit Pustaka Pesantren, Yogyakarta, Cetakan Pertama, Juni 2007) bahwa seorang politisi yang baik mestilah memahami filosofi air.
"Apabila air dimasukkan pada gelas maka ia akan berbentuk gelas, bila dimasukkan ke dalam ember ia akan berbentuk ember, apabila ia dibelah dengan benda tajam, ia akan terputus sesaat dan cepat kembali ke bentuk aslinya. Dan, air selalu mengalir ke temapat yang lebih rendah. Apabila disumbat dan dibendung ia bisa bertahan, bergerak elastis mencari resapan. Bila dibuatkan kanal ia mampu menghasilkan tenaga penggerak turbin listrik serta mampu mengairi sawah dan tanaman sehingga berguna bagi kehidupan makhluk di dunia. (Hal 55)
Sebagai ulama dan politisi pelaku filosofi air, Idham Chalid dapat berperan sebagai tokoh yang santun dan pembawa kesejukan.
Idham Chalid yang memulai karir politik dari anggota DPRD Kalsel, seorang ulama karismatik, yang selama 28 tahun memimpin Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Pernah menjadi Wakil Perdana Menteri pada era pemerintahan Soekarno, Menteri Kesejahteraan Rakyat dan Menteri Sosial pada era pemerintahan Soeharto dan mantan Ketua DPR/MPR. Idham juga pernah menjadi Ketua Partai Masyumi, Pendiri/Ketua Partai Nahdlatul Ulama dan Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sementara itu, editor buku, Arief Mudatsir Mandan, mengemukakan, Idham Chalid satu-satunya Ketua Umum PBNU yang paling lama dan bukan ”berdarah biru” NU. Menurutnya, selama kepemimpinan Idham, NU tidak pernah bergejolak. Kendati ia sering dinilai lemah, tetapi sebenarnya itulah strateginya sehingga bisa diterima berbagai zaman,” ujar Arief Mudatsir Mandan.
Atas kehendak Allah SWT, pada hari Minggu, 11 Juli 2010, KH. Idham Chalid meninggal dunia di kediamannya kawasan pendidikan Darul Ma'arif, Cipete, Jakarta. Mudah-mudahan amal ibadah beliau semasa hidup mengantarkan beliau mencapai surga firdaus. Amin.




Riwayat jabatan yang pernah beliau jabat adalah :
- Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU)
- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
- Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
- Wakil Perdana Menteri II Kabinet Ali Sastroamidjojo II (24 Maret 1956 - 14 Maret 1957)
- Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (6 Juni 1968 - 28 Maret 1973)

Tuesday, April 20, 2010

Batamat Al Qur'an

0 comments
Batamat Al Qur'an adalah sebuah tradisi agamis yang telah lama dipertahankan oleh masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan. Suku Banjar, terkenal dengan masyarakatnya yang sangat agamis, sehingga seluruh sendi kehidupan mereka selalu berlandaskan keagamaan. Batamat Al Qura'an merupakan salah satu tradisi agamis yang dilaksanakan ketika seseorang telah mengkhatamkan membaca Al Qur’an.
Setiap daerah di Kalimantan Selatan memiliki cara-cara tersendiri dalam melaksanakan tradisi batamat Al Qur’an. Terdapat perbedaan pada waktu pelaksanaan, perangkat yang digunakan dan tata cara pelaksanaan. Sebagian masyarakat melaksanakan batamat Al Qur’an pada saat acara pernikahan atau perkawinan. Biasanya mempelai (pengantin) yang melakukan batamat Al Qur’an. Tapi ada juga masyarakat yang melakukan pada bulan-bulan tertentu misalnyaBulan Mulud (Rabiul Awal), Namun semuanya merujuk pada kegiatan utama yaitu membaca Al Qur’an pada bagian akhir (Juz Amma).
Di Desa Simpang Mahar, Kecamatan Batu Benawa, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, tradisi batamat Al Qur’an biasanya dilaksanakan pada saat merayakan Hari Raya Iedul Fitri atau Iedul Adha. Lazimnya dilaksanakan pada hari raya tiga hari atau empat hari (hari ketiga atau keempat lebaran) dengan tempat di Masjid Al Amin, Simpang Mahar. Batamat Al Qur’an dapat diikuti oleh siapa pun baik anak-anak maupun sudah dewasa. Tapi pada umumnya yang mengikuti adalah anak-anak yang telah mekhatamkan membaca Al Qur’an yang mereka lakukan setiap malam.
Pada saat lebaran kemaren, telah dilakukan acara Batamat Al Qur’an di Simpang Mahar pada saat hari raya tiga hari (hari ketiga lebaran). Sebanyak 15 anak mengikuti kegiatan ini, rata-rata berumur 10 – 12 tahun. Persiapan yang dilakukan adalah kostum dan perangkat yang mengikuti sang “pengkhatam”. Kostum bagi anak laki-laki adalah baju gamis (jubah khas timur tengah) lengkap dengan sorban dan patah kangkung yang dipakai di kepala. Sedangkan bagi anak perempuan memakai baju sejenis jubah berenda dan bulang yang dipakai di kepala. Kostum ini adalah pakaian yang biasa dipakai jemaah haji ketika mereka pulang ke kampung halaman.
Selain kostum, juga disiapkan payung yang dibuat dari pelepah rumbia atau bambu. Payung diberi hiasan kertas warna-warni dan adakalanya tiang payung adalah bambu yang berisi telur rebus yang telah matang. Selain itu juga disiapkan balai (miniatur masjid) yang dibuat dari pelepah rumbia, yang diberi hiasan dengan kertas warna-warni. Di dalam balai ditempatkan ketan putih dan ketan merah, telur, dan makan-makanan kecil yang digantung. Untuk menambah semarak balai, maka juga ditancapkan beberapa bendera dari kertas dan uang. Balai disangga dengan dua potong pelepah rumbia agar dapat di usung ketika prosesi arak-arakan.
Prosesi dimulai saat anak keluar dari rumah untuk menuju masjid. Ketika di muka pintu, sang anak akan disambut dengan shalawat yang diiringi dengan lemparan baras kuning(beras kuning) bercampur uang koin ke halaman rumah. Anak-anak lain yang sudah menunggu di halaman rumah, akan memperebutkan uang koin yang dilemparkan tersebut. Selanjutnya sang anak akan diarak sambil dipayungi beserta rombongan lain menuju masjid. Di bagian depan arak-arakan, sang “pengkhatam” berjalan sambil dipayungi diiringi oleh balai yang diusung di belakangnya masing-masing.

Kemeriahan akan terasa lagi ketika rombongan arak-arakan ini tiba di masjid. Mereka akan disambut dengan shalawat dan hamburan baras kuning. Acara batamat Al Qur’an dilaksanakan di dalam masjid, sedangkan balai yang dibawa dari rumah di tempatkan di halaman masjid.
Hal yang unik dan ditunggu-tunggu para kerabat dan masyarakat yang berhadir pada acara tersebut adalah saat-saat memperebutkan semua makanan dan uang yang ditempatkan di dalam balai. Saking berharapnya, setiap anak (tak terkecuali yang dewasa) sudah mengelilingi balai ketika diturunkan di halaman masjid. Setiap orang siap-siap menjulurkan tangannya ke arah makanan dan bendera uang yang siap terlepas dari balai. Jika salah seorang sudah memulai mencabut bendera uang dengan tiba-tiba, maka serentak anak-anak dan orang tua berebut tanpa dapat dicegah lagi. Mereka akan memperebutkan semua makanan, ketan, telur, makanan ringan, bendera kertas, yang menjadi target utama biasanya adalah bendera uang dalam bentuk seribuan. Kadang-kadang saking ramainya, beberapa balai akan hancur akibat terhimpit, bahkan bisa-bisa sampai tertindih.
Perebutan makanan dan bendera balai, biasanya terjadi pada saat pembacaan Surah Al Fiil. Entah apa hubungannya dengan bunyi ayat yang dibaca, namun pada bacaan “Alam tarakaii fafa ‘ala ...”, maka sontak mereka yang telah siap dengan tangan menjulur akan menarik dan mengambil semua makanan dan bendera yang ada pada balai. Kalau dalam bahasa Banjar, “tarakai” artinya adalah rusak atau hancur, maka apakah ini terkait dengan rusaknya atau hancurnya balai akibat saling berebut.
Pembacaan Al Qur’an diteruskan secara bergantian oleh “pengkhatam”, sampai pada Surah AN Naas, kemudian dilanjutkan lagi dengan membaca Surah Al Fatihah di bagian depan Al Qur’an. Hal ini dimaksudkan agar membaca Al Qur’an terus-menerus dilakukan walaupun telah mengkhatamkan Al Qur’an. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa khatam Al Qur’an, dan selanjutnya masyarakat yang hadir dipersilakan untuk mendatangi rumah yang memiliki hajat untuk menyantap hidangan yang disediakan, tentunya hidangan khas Banjar, seperti soto Banjar, nasi sop, masak habang, ataupun masakan lainnya. Tidak ketinggalan ketan putih dan ketan merah.
Inilah sekilas tradisi Batamat Al Qur’an yang setiap tahun selalu diadakan masyarakat Simpang Mahar di Hulu Sungai Tengah.

Anak-anak diarak menuju Masjid Al Amin


Balai yang mengiringi arak-arakan.


Balai yang sudah rakai


Acara Batamat Al Qur'an

Friday, April 9, 2010

Foto Amuntai Jaman Dulu

5 comments
Foto-foto Amuntai sekitar tahun 1900 sampai 1940.


















Amuntai tahun 1933, daerah rawa.



















Sungai di Amuntai dengan jukung-jukung sebagai alat transportasi dulu, tahun 1910.



















Areal pekuburan Belanda, tahun 1900.

Jembatan Gantung di Kandangan, Kala Dulu

5 comments
Foto-foto lama Kandangan, Kalsel sekitar tahun 1880 sampai 1940.




















Jembatan Antaludin di atas Sungai Hamandit, Kandangan.




















Masyarakat Kandangan memenuhi jembatan gantung.



















Jembatan gantung




















Monumen di Alun-alun Kandangan tahun 1910.



















Pasar rakyat di Kandangan, banyak bakul dan lanjung. Ada yang berjualan beras lengkap dengan cupikannya, tahun 1930.



















Pasar Kandangan yang menjual kopra yang tengah dikeringkan, nampak mandor Belanda yang berkebangsaan pribumi.




Pasar Kandangan, kemungkinan ini sewaktu bulan puasa (Ramadhan), karena banyak yang menjual cendol
































































Anak-anak yang berbusana muslim, kemungkinan saat hari raya Iedul Fitri atau Iedul Adha, atau mungkin acara Batamal Al Qur'an atau Maulud Rasul.

Sumber Koleksi Musium Tropen, Belanda.

Thursday, April 8, 2010

Ada Jukung Tambangan di Barabai

0 comments
Beberapa foto lama Barabai, antara tahun 1880 sampai 1940.




















Pasar Barabai di pinggir sungai, sungai masih menjadi jalur transpot utama, masih banyak jukung tambangan sedang ditambatkan.




















Sebuah sekolah pribumi di Barabai


























Sedang perbaikan jalan hulu sungai, lokasi ini di Pajukungan, Barabai, seorang pengawas (mandor) Belanda sedang mengawasi pekerjaan.



















Beberapa jukung tambangan tengah di parkir di pinggir sungai. Sebuah jembatan terlihat melintasi sungai, di seberang sungai terlihat sebuah bangunan agak besar dan mirip sebuah mesjid. Dugaan sementara, lokasi parkir jukung ini sekarang adalah Toko Tujuh, jembatan dan Masjid Shulaha.

Sumber Koleksi Musium Tropen, Belanda.

Wednesday, April 7, 2010

Jukung Tambangan (banjarmasin Tempo Dulu)

1 comments
Akhirnya menemukan juga foto-foto lama Banjarmasin, sekitar tahun 1880 sampai 1940. Foto ini didapatkan dari Koleksi Musium Tropen, Belanda.
Banjarmasin sebagai kota sungai sejak dahulu mengandalkan sungai sebagai jalur transportasi barang dan manusia. Alat transportasi dibuat dari bahan kayu, bentuknya seperti kano, dengan dimensi panjang dan sempit. Oleh masyarakat Banjar dinamakan Jukung.













Pada foto diatas, terlihat ada dua jenis jukung, yaitu jukung tambangan (memiliki atap dengan kedua ujung melengkung keatas) : yang berfungsi sebagai alat transportasi manusia. Sedangkan jukung yang lebih kecil disebut jukung sudur, biasanya digunakan untuk mengangkut barang (hasil kebun)



















Ini jukung tiung yang berasal dari Nagara. Jukung ini digunakan untuk mengangkut barang dalam jumlah besar (kontainer). Jukung ini sedang berada di Sungai Kuin (Kween river)



















Jukung tambangan sedang melintasi Sungai Barito


















Beberapa jukung tambangan dan jukung lainnya, sedang diparkir di sebuah pasar.













Satu keluarga Belanda sedang rekreasi dengan menggunaan jukung



























Sungai dan rumah, khas kehidupan Banjar.

Monday, April 5, 2010

Asalnya Urang Banjar

0 comments
Demikian kita dapatkan keraton keempat adalah lanjutan dari kerajaan Daha dalam bentuk kerajaan Banjar Islam dan berpadunya suku Ngaju, Maayan dan Bukit sebagai inti.Inilah penduduk Banjarmasih ketika tahun 1526 didirikan.Dalam amalgamasi baru ini telah bercampur unsur Melayu, Jawa, Ngaju, Maayan,Bukit dan suku kecil lainnya diikat oleh agama Islam, berbahasa Banjar dan adat istiadat Banjar oleh difusi kebudayaan yang ada dalam keraton. Dengan demikian lambat laun kelompok ini dibagi dalam 3 golongan besar kerana tempat diamnya dan persatuan etnik sebagai inti pembentukannya. Di sini kita dapatkan bukan suku Banjar, kerana kesatuan-etnik itu tidak ada, yang ada adalah group atau kelompok, iaitu kelompok Banjar Kuala, kelompok Banjar Batang Banyu dan Banjar Pahuluan. Yang pertama tinggal di daerah Banjar Kuala sampai dengan daerah Martapura. Yang kedua tinggal di sepanjang Sungai Tabalong dari muaranya di Sungai Barito sampai dengan Kelua. Yang ketiga tinggal di kaki pegunungan Meratus dari Tanjung sampai Pelaihari. Kelompok Banjar Kuala berasal dari kesatuan - etnik Ngaju, kelompok Batang Banyu berasal dari kesatuan - etnik Maayan, kelompok Banjar Pahuluan berasal dari kesatuan - etnik Bukit. Ketiganya ini adalah intinya.Mereka menganggap lebih beradab dan menjadi kriteria dengan yang bukan Banjar, iaitu golongan Kaharingan, dengan ejekan orang Dusun, orang Biaju, Bukit dan sebagainya. Di pertengahan abad ke-19, Belanda membentuk golongan ini sebagai antagonis orang Banjar dengan sebutan orang Dayak (Saleh, Idwar)

Asal suku Banjar berintikan suku yang berasal dari Sumatera yang melakukan migrasi dan berbaur dengan suku bangsa Dayak di Kalimantan serta suku-suku pendatang.Hasil percampuran ini, suku Banjar terbagi 3 subetnis berdasarkan teritorialnya dan unsur pembentuk suku berdasarkan persfeketif kultural dan genetis yang menggambarkan masuknya penduduk pendatang ke wilayah penduduk asli Dayak:
1. Banjar Pahuluan adalah campuran Melayu dan Bukit (Bukit sebagai ciri kelompok)
2. Banjar Batangbanyu adalah campuran Melayu, Maanyan, Lawangan, Bukit dan
Jawa (Maanyan sebagai ciri kelompok)
3. Banjar Kuala adalah campuran Melayu, Ngaju, Barangas, Bakumpai, Maanyan,
Lawangan, Bukit dan Jawa (Ngaju sebagai ciri kelompok)
Bahasa Banjar merupakan percampuran Bahasa Melayu, Dayak dan Jawa.

Sumber :
Saleh, Idwar., Sekilas Mengenai Daerah Banjar dan Kebudayaan Sungainya Sampai Dengan Akhir Abad-19.
http://smpn2labuhandeli.blogspot.com/