Tuesday, April 20, 2010

Batamat Al Qur'an

0 comments
Batamat Al Qur'an adalah sebuah tradisi agamis yang telah lama dipertahankan oleh masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan. Suku Banjar, terkenal dengan masyarakatnya yang sangat agamis, sehingga seluruh sendi kehidupan mereka selalu berlandaskan keagamaan. Batamat Al Qura'an merupakan salah satu tradisi agamis yang dilaksanakan ketika seseorang telah mengkhatamkan membaca Al Qur’an.
Setiap daerah di Kalimantan Selatan memiliki cara-cara tersendiri dalam melaksanakan tradisi batamat Al Qur’an. Terdapat perbedaan pada waktu pelaksanaan, perangkat yang digunakan dan tata cara pelaksanaan. Sebagian masyarakat melaksanakan batamat Al Qur’an pada saat acara pernikahan atau perkawinan. Biasanya mempelai (pengantin) yang melakukan batamat Al Qur’an. Tapi ada juga masyarakat yang melakukan pada bulan-bulan tertentu misalnyaBulan Mulud (Rabiul Awal), Namun semuanya merujuk pada kegiatan utama yaitu membaca Al Qur’an pada bagian akhir (Juz Amma).
Di Desa Simpang Mahar, Kecamatan Batu Benawa, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, tradisi batamat Al Qur’an biasanya dilaksanakan pada saat merayakan Hari Raya Iedul Fitri atau Iedul Adha. Lazimnya dilaksanakan pada hari raya tiga hari atau empat hari (hari ketiga atau keempat lebaran) dengan tempat di Masjid Al Amin, Simpang Mahar. Batamat Al Qur’an dapat diikuti oleh siapa pun baik anak-anak maupun sudah dewasa. Tapi pada umumnya yang mengikuti adalah anak-anak yang telah mekhatamkan membaca Al Qur’an yang mereka lakukan setiap malam.
Pada saat lebaran kemaren, telah dilakukan acara Batamat Al Qur’an di Simpang Mahar pada saat hari raya tiga hari (hari ketiga lebaran). Sebanyak 15 anak mengikuti kegiatan ini, rata-rata berumur 10 – 12 tahun. Persiapan yang dilakukan adalah kostum dan perangkat yang mengikuti sang “pengkhatam”. Kostum bagi anak laki-laki adalah baju gamis (jubah khas timur tengah) lengkap dengan sorban dan patah kangkung yang dipakai di kepala. Sedangkan bagi anak perempuan memakai baju sejenis jubah berenda dan bulang yang dipakai di kepala. Kostum ini adalah pakaian yang biasa dipakai jemaah haji ketika mereka pulang ke kampung halaman.
Selain kostum, juga disiapkan payung yang dibuat dari pelepah rumbia atau bambu. Payung diberi hiasan kertas warna-warni dan adakalanya tiang payung adalah bambu yang berisi telur rebus yang telah matang. Selain itu juga disiapkan balai (miniatur masjid) yang dibuat dari pelepah rumbia, yang diberi hiasan dengan kertas warna-warni. Di dalam balai ditempatkan ketan putih dan ketan merah, telur, dan makan-makanan kecil yang digantung. Untuk menambah semarak balai, maka juga ditancapkan beberapa bendera dari kertas dan uang. Balai disangga dengan dua potong pelepah rumbia agar dapat di usung ketika prosesi arak-arakan.
Prosesi dimulai saat anak keluar dari rumah untuk menuju masjid. Ketika di muka pintu, sang anak akan disambut dengan shalawat yang diiringi dengan lemparan baras kuning(beras kuning) bercampur uang koin ke halaman rumah. Anak-anak lain yang sudah menunggu di halaman rumah, akan memperebutkan uang koin yang dilemparkan tersebut. Selanjutnya sang anak akan diarak sambil dipayungi beserta rombongan lain menuju masjid. Di bagian depan arak-arakan, sang “pengkhatam” berjalan sambil dipayungi diiringi oleh balai yang diusung di belakangnya masing-masing.

Kemeriahan akan terasa lagi ketika rombongan arak-arakan ini tiba di masjid. Mereka akan disambut dengan shalawat dan hamburan baras kuning. Acara batamat Al Qur’an dilaksanakan di dalam masjid, sedangkan balai yang dibawa dari rumah di tempatkan di halaman masjid.
Hal yang unik dan ditunggu-tunggu para kerabat dan masyarakat yang berhadir pada acara tersebut adalah saat-saat memperebutkan semua makanan dan uang yang ditempatkan di dalam balai. Saking berharapnya, setiap anak (tak terkecuali yang dewasa) sudah mengelilingi balai ketika diturunkan di halaman masjid. Setiap orang siap-siap menjulurkan tangannya ke arah makanan dan bendera uang yang siap terlepas dari balai. Jika salah seorang sudah memulai mencabut bendera uang dengan tiba-tiba, maka serentak anak-anak dan orang tua berebut tanpa dapat dicegah lagi. Mereka akan memperebutkan semua makanan, ketan, telur, makanan ringan, bendera kertas, yang menjadi target utama biasanya adalah bendera uang dalam bentuk seribuan. Kadang-kadang saking ramainya, beberapa balai akan hancur akibat terhimpit, bahkan bisa-bisa sampai tertindih.
Perebutan makanan dan bendera balai, biasanya terjadi pada saat pembacaan Surah Al Fiil. Entah apa hubungannya dengan bunyi ayat yang dibaca, namun pada bacaan “Alam tarakaii fafa ‘ala ...”, maka sontak mereka yang telah siap dengan tangan menjulur akan menarik dan mengambil semua makanan dan bendera yang ada pada balai. Kalau dalam bahasa Banjar, “tarakai” artinya adalah rusak atau hancur, maka apakah ini terkait dengan rusaknya atau hancurnya balai akibat saling berebut.
Pembacaan Al Qur’an diteruskan secara bergantian oleh “pengkhatam”, sampai pada Surah AN Naas, kemudian dilanjutkan lagi dengan membaca Surah Al Fatihah di bagian depan Al Qur’an. Hal ini dimaksudkan agar membaca Al Qur’an terus-menerus dilakukan walaupun telah mengkhatamkan Al Qur’an. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa khatam Al Qur’an, dan selanjutnya masyarakat yang hadir dipersilakan untuk mendatangi rumah yang memiliki hajat untuk menyantap hidangan yang disediakan, tentunya hidangan khas Banjar, seperti soto Banjar, nasi sop, masak habang, ataupun masakan lainnya. Tidak ketinggalan ketan putih dan ketan merah.
Inilah sekilas tradisi Batamat Al Qur’an yang setiap tahun selalu diadakan masyarakat Simpang Mahar di Hulu Sungai Tengah.

Anak-anak diarak menuju Masjid Al Amin


Balai yang mengiringi arak-arakan.


Balai yang sudah rakai


Acara Batamat Al Qur'an

0 comments:

Post a Comment