Thursday, December 2, 2010

Banjarbaroe tempo doeloe

1 comments
Beberapa foto Banjarbaru tempo dulu, didapat dari situs jejaring sosial yang berasal dari koleksi Keluarga van der Pijl dan koleksi Musium Tropen Belanda.

Perancang kota Banjarbaru, Mr. van der Pijl, seorang pegawai Kantor PU yang ditugaskan Gubernur Moerdjani untuk merancang sebiah kota yang akan di plot menjadi ibukota Propinsi Kalimantan waktu itu

Pengerjaan pembangunan Kantor Gubernur (sekarang Kantor Walikota Banjarbaru) yang dilengkapi dengan ruangan bawah tanah

SMA Negeri Banjarbaru

Masjid Hidayatul Muhajirin

Pasar Banjarbaru

Kantor PLN Wilayah Kalselteng

Poliklinik Banjarbaru, ... apakah sekarang RSUD Banjarbaru.

SMP Negeri 1 Banjarbaru

SPMA Banjarbaru ... sekarang SMKN PP Banjarbaru

Sekolah Rakyat Banjarbaru

Penambangan intan di Cempaka tahun 1937

Penambangan intan rakyat di Cempaka tahun 1950

Lapangan Oelin tahun 1936 ketika didarati pertama kali oleh pesawat KLM Netherland, sekarang menjadi Bandara Syamsudin Noor

Mars Banjarbaru

3 comments
Ciptaan : M. Amin

Banjarbaru, kota idaman
kotanya indah, aman dan nyaman
masyarakatnya, tertib dan sopan
taat ibadah, taqwa dan beriman


kota ini, ramah lingkungan
tertata rapi dihiasi taman
lapangan Murjani dan perkantoran
kebanggaan kota pendidikan


di Cempaka menghasilkan intan
Landasan Ulin sentra perdagangan
Syamsudin Noor bandara kebanggaan
siap menyambut tamu yang datang


simpang empat, ada bundaran
penghias kota asri dan menawan
sejauh-jauh mata memandang
Banjarbaru kan selalu dikenang

Friday, November 12, 2010

Legenda Batu Bangkai

1 comments
Loksado adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, Indonesia. Di daerah ini terdapat sebuah gunung yang memiliki nama yang cukup unik, yaitu Gunung Batu Bangkai. Masyarakat setempat menamakannya demikian, karena di gunung tersebut ada sebuah batu yang mirip dengan bangkai manusia. Konon, kehadiran batu bangkai tersebut berasal dari sebuah cerita legenda yang sampai saat ini masih berkembang di kalangan masyarakat Banjar Hulu di Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Cerita legenda ini mengisahkan tentang seorang anak laki-laki bernama Andung Kuswara yang durhaka kepada umanya. Karena kedurhakaannya, Tuhan menghukum si Andung menjadi batu.

Konon pada zaman dahulu, di suatu tempat di Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, hiduplah seorang janda tua bersama seorang anak laki-lakinya yang bernama Andung Kuswara. Ia seorang anak yang baik dan pintar mengobati orang sakit. Ilmu pengobatan yang ia miliki diperoleh dari abahnya yang sudah lama meninggal. Andung dan umanya hidup rukun dan saling menyayangi. Setiap hari mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Andung mencari kayu bakar atau bambu ke hutan untuk membuat lanting untuk dijual, sedangkan umanya mencari buah-buahan dan daun-daunan muda untuk sayur.

Suatu hari, Andung pergi ke hutan seorang diri. Karena keasyikan bekerja, tak terasa waktu telah beranjak senja, maka ia pun bergegas pulang. Di tengah perjalanan, ia mendengar jeritan seseorang meminta tolong. Andung segera berlari menuju arah suara itu. Ternyata, didapatinya seorang kakek yang kakinya terjepit pohon. Andung segera menolong dan mengobati lukanya. “Terima kasih banyak, anakku!” kata orang tua itu. Dia kemudian mengambil sesuatu dari lehernya. “Hanya benda ini yang dapat kai berikan sebagai tanda terima kasih. Mudah-mudahan kalung ini membawa keberun¬tungan bagimu,” ucap kakek itu seraya mengulurkan sebuah kalung kepada Andung. Setelah mengobati kakek itu, Andung bergegas pulang ke rumahnya.

Sesampai di rumah, Andung menceritakan kejadian tadi kepada umanya. Usai bercerita, Andung menyerahkan kalung pemberian kakek itu sambil berkata, “Uma, tolong simpan kalung ini baik-baik”. Umanya menerima dan memerhatikan benda itu dengan saksama. “Sepertinya ini bukan kalung sembarangan, Nak. Lihatlah, sungguh indah!” kata Uma Andung dengan takjub. Setelah itu, Uma Andung menyimpan kalung tersebut di bawah tempat tidurnya.

Kehidupan terus berjalan. Pada suatu hari, Andung terlihat termenung seorang diri. “Ya Tuhan, apakah kehidupanku akan seperti ini selamanya? Aku ingin hari depanku lebih baik daripada hari ini. Tapi…bagaimana caranya?” kata Andung dalam hati. Sejenak ia berpikir mencari jalan keluar. Tiba-tiba, terlintas dalam pikiran Andung untuk pergi merantau. “Hmm…lebih baik aku merantau saja. Dengan begitu aku dapat mengamalkan ilmu pengobatan yang telah aku peroleh dari abah dulu. Siapa tahu dengan merantau akan mengubah hidupku,” gumam Andung dengan semangat. Namun, apa yang ada dalam pikirannya tidak langsung ia utarakan kepada umanya. Rasa ragu masih menyelimuti hati dan pikirannya. Jika ia pergi merantau, tinggallah umanya sendiri. Tetapi, jika ia hanya mencari kayu bakar dan bambu setiap hari, lalu kapan kehidupannya bisa berubah. Pikiran-pikiran itulah yang ada dalam benaknya.

Hari berganti hari. Minggu berganti minggu. Andung benar-benar sudah tidak tahan lagi hidup miskin. Keraguannya untuk meninggalkan umanya pun lenyap. Dorongan hati Andung untuk merantau sudah tak terbendung lagi. Suatu hari, ia pun mengutarakan maksud hatinya kepada umanya. “Uma, Andung ingin mengubah nasib kita. Andung memutuskan untuk merantau ke negeri seberang. Oleh karena itu, Andung mohon izin dan doa restu, Uma,” kata Andung dengan hati-hati memohon pengertian umanya. “Anakku, sebenarnya Uma sudah bersyukur dengan keadaan kita saat ini. Tetapi, jika keinginan hatimu sudah tak terbendung lagi, dengan berat hati Uma akan melepas kepergianmu,” sahut Uma Andung memberikan izin.

Setelah mendapat restu dari umanya, Andung segera berkemas dengan bekal seadanya. Andung membawa masing-masing sehelai kain, baju dan celana. Memang hanya itu yang ia miliki. Ketika Andung hendak meninggalkan gubuk reotnya, Uma berpesan kepadanya. “Andung ..., ingatlah Uma! Ingat kampung halaman dan tanah leluhur kita. Jangan pernah melupakan Tuhan Yang Mahakuasa. Walau berat, Uma tak bisa melarangmu pergi. Jika takdir menghendaki, kita tentu akan berkumpul kembali,” kata sang Uma dengan sedihnya.

Mendengar nasihat umanya, Andung tak kuasa menahan air matanya. “Andung, bawalah kalungmu ini. Siapa tahu kelak kamu memerlukannya,” ujar Uma Andung melanjutkan. Setelah menerima kalung itu, Andung kemudian berpamitan kepada umanya. Andung mencium tangan umanya, lalu umanya membalasnya dengan pelukan erat. Sesaat, suasana haru pun meliputi hati keduanya. Ketika Uma memeluk Andung, beberapa tetes air mata menyucur dari kelopak matanya, jatuh di atas pundak Andung. “Maafkan Andung, Uma! Andung berjanji akan segera kembali jika sudah berhasil,” kata Andung memberi harapan kepada umanya. “Iya Nak. Cepatlah kembali kalau sudah berhasil! Hanya kamulah satu-satunya milik Uma di dunia ini,” jawab Uma penuh harapan. Beberapa saat kemudian, Uma berucap kepada Andung. “Segeralah berangkat Andung, agar kamu tak kemalaman di tengah hutan.”

Andung mencium tangan umanya untuk terakhir kalinya, lalu pamit. Andung berangkat diiringi lambaian tangan Uma yang sangat dikasihinya. “Selamat jalan, anakku. Jangan lupa cepat kembali,” teriak Uma dengan suara serak. “Tentu, Uma!” sahut Andung sambil berjalan menoleh ke arah umanya. “Jaga diri baik-baik, Uma! Selamat tinggal! Uma baru beranjak dari tempatnya setelah Andung yang sangat disayanginya hilang di balik pepohonan hutan. Sejak itu, tinggallah Uma Andung sendirian di tengah hutan belantara.

Berbulan-bulan sudah Andung meninggalkan umanya. Andung terus berjalan. Banyak kampung dan negeri telah dilewati. Berbagai pengalaman didapat. Ia juga telah mengobati setiap orang yang memerlukan bantuannya.

Suatu siang yang terik, tibalah Andung di Kerajaan Basiang yang tampak sunyi. Saat menyusuri jalan desa, Andung bertemu dengan seorang petani yang kulitnya penuh dengan koreng dan bisul. Andung kemudian mengobati petani itu. Dari orang tersebut Andung mengetahui jika Negeri Basiang sedang tertimpa malapetaka berupa wabah penyakit kulit. Karena berhutang budi kepada Andung, orang itu mengajak Andung tinggal di rumahnya. Setiap hari, penduduk yang terjangkit penyakit berdatangan ke rumah orang tua itu untuk berobat kepada Andung. Seluruh penduduk yang telah diobati oleh Andung sembuh dari penyakitnya. Berita perihal kepandaian Andung dalam mengobati pun menyebar ke seluruh negeri.

Suatu hari, berita kepandaian Andung mengobati penyakit tersebut akhirnya sampai ke telinga Raja Basiang. Sang Raja pun mengutus hulubalang menjemput Andung untuk mengobati putrinya. Beberapa lama kemudian, hulubalang tersebut sudah kembali ke istana bersama Andung. Andung yang miskin dan kampungan itu sangat takjub melihat keindahan bangunan istana. Ia berjalan sambil mengamati setiap sudut istana yang dihiasi ratna mutu manikan. Tak disadari, ternyata sang Raja sudah ada di hadapannya. Andung pun segera memberi salam dan hormat kepadanya. “Salam sejahtera, Tuanku,” sapa Andung kepada Baginda.

Sang Raja menyambut Andung dengan penuh harapan. Dia kemudian menyampaikan maksudnya kepada Andung. “Hai anak muda! Ketahuilah, putriku sudah dua minggu tergolek tak berdaya. Semua tabib di negeri ini sudah saya kerahkan untuk mengobatinya, namun tak seorang pun yang mampu menyembuhkannya. Apakah kamu bersedia menyembuhkan putriku?” tanya sang Raja. “Hamba hanya seorang pengembara miskin. Pengetahuan obat-obatan yang hamba miliki pun sedikit. Jika nantinya hamba gagal menyembuhkan Tuan Putri, hamba mohon ampun Paduka,” kata Andung merendah.

Andung pun dipersilakan masuk ke kamar Putri. Putri tergolek kaku di atas pembaringannya. Wajahnya pucat pasi dan bibirnya tertutup rapat. Walupun pucat pasi, wajah sang Putri tetap memancarkan sinar kecantikannya. “Aduhai, cantik sangat sang Putri,” ucap Andung menaruh hati kepada sang Putri. Sesaat kemudian, Andung pun mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk membangunkan sang Putri. Namun, sang Putri tetap tak bergerak. Andung mulai panik. Tiba-tiba, hati Andung tergerak untuk mengambil kalung pemberian kakek yang ditolongnya dulu. Andung meminta kepada pegawai istana agar disiapkan air dalam mangkuk. Setelah air tersedia, lalu Andung segera merendam kalungnya beberapa saat. Kemudian air rendaman diambil dan dibacakan doa, lalu ia percikkan beberapa kali ke mulut sang Putri. Tak berapa kemudian, sang Putri pun terbangun. Matanya yang kuyu perlahan-lahan terbuka. Wajahnya segar kembali. Akhirnya, Putri dapat bangkit dan duduk di pembaringan.

Semua penghuni istana turut bergembira dan merayakan kesembuhan sang Putri. Paduka Raja sangat berterima kasih atas kesembuhan putri satu-satunya yang sangat ia cintai Atas jasanya tersebut, Andung kemudian dinikahkan dengan sang Putri. Pesta perkawinan dilaksanakan tujuh hari tujuh malam. Semua rakyat bersuka ria merayakannya. Putri tampak berbahagia menerima Andung sebagai suaminya. Demikian pula Andung yang sejak pandangan pertama sudah jatuh cinta pada sang Putri. Mereka berdua melalui hari-hari dengan hidup bahagia.

Minggu dan bulan terus berganti. Istri Andung pun hamil. Dalam kondisi hamil muda sang Putri mengidam buah kasturi yang hanya tumbuh di Pulau Kalimantan. Karena cintanya kepada sang Putri begitu besar, Andung pun mengajak beberapa hulubalang dan prajurit untuk ikut bersamanya mencari buah kasturi ke Pulau Kalimantan.

Setibanya di Pulau Kalimantan, Andung berangkat ke daerah Loksado untuk mencari sebatang pohon kasturi yang dikabarkan sedang berbuah di sana. Alangkah terkejutnya Andung, karena pohon kasturi itu berada tepat di depan rumahnya dulu. Andung segera mengajak hulubalang dan para prajuritnya kembali. Rupanya ia tidak mau bertemu dengan umanya.

Mendengar keributan di luar rumahnya, seorang nenek tua renta berjalan terseok-seok menuju ke arah rombongan tersebut. “Andung..., Andung Anakku...!” suara nenek tua yang serak memanggil Andung. Dengan terbungkuk-bungkuk nenek itu mengejar rombongan Andung.

Andung menoleh. Ia tersentak kaget melihat sang Uma yang dulu ditinggalkannya sudah tua renta. Karena malu mengakui sebagai umanya, Andung membentak, “Hai nenek tua! Aku adalah raja keturunan bangsawan. Aku tidak kenal dengan nenek renta dan dekil sepertimu! ujar Andung kemudian memalingkan muka dan pergi.

Hancur luluh hati sang Uma dibentak dan dicaci maki oleh putra kandungnya sendiri. Nenek tua yang malang itu pun berdoa, “Ya, Tuhan Yang Mahakuasa, tunjukkanlah kekuasaan dan keadilan-Mu,” tua renta itu berucap pelan dengan bibir bergetar. Belum kering air liur tua renta itu berdoa, halilintar sambar-menyambar membelah bumi. Kilat sambung-menyambung. Langit mendadak gelap gulita. Badai bertiup menghempas keras. Tak lama kemudian, hujan lebat tumpah dari langit. Andung berteriak dengan keras, “Maafkan aku, Uma...!” Tapi siksa Tuhan tak dapat dicabut lagi. Tiba-tiba Andung berubah menjadi batu berbentuk bangkai manusia.

Sejak itu, penduduk di sekitarnnya menamai gunung tempat peristiwa itu terjadi dengan sebutan Gunung Batu Bangkai, karena batu yang mirip bangkai manusia itu berada di atas gunung. Gunung Batu Bangkai ini dapat dijumpai di Kecamatan Loksado, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.

Lanting : rakit kecil.
Uma : ibu
Kai : kakek
Abah : ayah

Sumber : Sumber Cerita

Friday, October 15, 2010

Bakisah

1 comments
Bakisah (bercerita) merupakan salah satu hiburan tradisional masyarakat Banjar yang saat ini sudah tersisih akibat kemajuan jaman.


Download bakisah (mp3) :

Bakisah 1
Bakisah 2
Bakisah 3
Bakisah 4
Bakisah 5
Bakisah 6
Bakisah 7
Bakisah 8
Bakisah 9
Bakisah 10
Bakisah 11
Bakisah 12
Maaf link file mp3 Bakisah masih diperbaiki.


Download video :
Bakisah 1



Bakisah 2



Bakisah 3



Bakisah 4



Bakisah 5



Bakisah 6



Bakisah 7



Bakisah 8



Bakisah 9



Bakisah 10



Wednesday, October 6, 2010

Landscape Tanah Banjar

0 comments









Masjid Al Karomah Martapura, sehabis shalat shubuh


Langgar (surau), tempat ibadah umat Muslim yang lebih kecil dari pada masjid. 
Beningnya permukaan air menyejukkan hati untuk lebih bersyukur

 Jembatan Rumpiang di Marabahan, Kalimantan Selatan dilihat dari kejauhan.


 Sungai Barito dengan aliran eceng gondok.


Perkampungan di pinggir Sungai Barito.








Rumah di pinggir Sungai Barito dengan kontruksi panggung.


Dermaga ferry sepeda motor.



Sungai Tamban, salah satu anak Sungai Barito.



Thursday, September 23, 2010

OBJEK WISATA BANJAR

0 comments
1. Pasar Terapung
Terletak di desa Kuin,Tepian Sungai Barito, Kota Banjarmasin.Pasar Tradisional yang sudah ada sejak tahun lampau, yang merupakan refleksidari pada ‘’ Budaya Sungai ’’ orang banjar.Mereka menjual barang dagangannya diatas perahu menunggu pembeliyang datang dengan menggunakan perahu, pasar ini mulai berlangsung sekitarpukul 05.00 WITA sampai dengan jam 10.00 WITA .Menuju objek wisata ini menggunkan perahu kelotok dari DermagaPemerintah Provinsi Kalimatan Selatan ( depan Kantor Gubernur Kalimantan Selatan) kurang lebih ½ jam .

2. Jembatan Barito
Jembatan Barito dengan panjang + 1km. Dengan desain seperti Golden Gate Fransisco, USA.Kawasan wisata ini telah dikembangkan dengan panorama alam dan keindahan, dibawah Jembatan Barito terdapat Pulau Bakut dengan flora dan fauna nya, lokasi ini dapat dicapai dengan mengggunakan perahu tradisional / perahu bermotor. Menuju ke objek wisata ini dapat ditempuh dengan waktu 45 menit dengan jarak +

3. Loksado
Lokasi terletak di Kecamatan Loksado Kab.Hulu Sungai Selatan, ditempuh 30 Km dari kota Kandangan dan 165 Km dari Kota Banjarmasin, merupakan daerah kediaman penduduk Dayak dikaki Bukit Pegunungan Meratus yang masih asli dengan udara sejuk, dan dialiri sungai Amandit yang jernih dan segar mengelilingi Loksado serta air terjun Haratai dan lingkungan alam asli dengan keindahan Flora dan Fauna-nya. Ada beberapa lokasi yang begus untuk memulai perjalanan dengan tingkat kesulitan dan waktu tempuh yang bervariasi tergantung dari keinginan wisatawan itu sendiri.

4. Museum Lambung Mangkurat
Lokasi di tengah Kota Banjarbaru, jarak dari Kota Banjarmasin 35 Km, di Museum ini menyimpan berbagai jenis barang peninggalan sejarah dan budaya serta profil dari wajah Kalimantan Selatan dalam berbagai aspek kehidupan dan potensi alam . Koleksi Museum ini terdiri dari peninggalan kesultanan Banjar, situs Candi Agung, Candi Laras, Perkakas dari Batu, Ukiran Kayu Ulin, Perkakas Pertanian, dan Perabot Rumah Tangga serta Alat Musik tradisional, dll.

5. Pendulangan Intan Tradisional
Terletas di desa Pumpung,Mendulang Intan merupakan mata pencaharian turun temurun.
Dikawasan ini pernah ditemukan intan cukup besar dan menggemparkan, yang oleh masyarakat intan tersebut diberi nama Intan Trisakti dan Intan Cempaka, dan baru-baru ini juga ditemukan intan yang cukup besar diberi nama Putri Malu. Lokasi dapat ditempuh dengan kendaraan darat, kurang lebih 40 km, dari Kota Banjarmasin

Wednesday, June 2, 2010

A. Sinaga

0 comments

Nama lengkapnya adalah Aidan Sinaga, lahir di Tarutung, Sumatera Utara, 6 Maret 1906. Pendidikannya adalah H.K.S Hoofd-Actie Cursus. Tokoh ini pada mulanya adalah guru HIS (Hollands Inlandse School) di Kandangan tahun 1935. Selain itu dia juga mengajar di HIS Banjarmasin dan sekolah Hutsu Cho-Gakko (pengganti MULO/Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di masa pendudukan Jepang.

Pada jaman setelah kemerdekaan, A.Sinaga aktif di organisasi kepartaian, yaitu bersama dr. D.S. Diapari, dr. Suranto, A.A. Rivai, R. Sya'ban, E.S. Handuran, dan Abdullah mendirikan partai politik Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI) pada tanggal 19 Januari 1946 di Banjarmasin. Sebagai dengan Ketua Umum D.S. Diapari, Wakil Ketua I A.A. Rivai, Wakil Ketua II A. Sinaga. Sekretaris Umum E.S. Handuran dan beberapa pengurus lainnya.

Tujuan pembentukan SKI adalah untuk sarana perjuangan di bidang diplomasi politik, untuk mendukung perjuangan rekan-rekan di bidang militer, pimpinan Hasan Basry. Menyikapi Persetujuan Linggarjati, yang isinya tidak memasukkan Kalimantan sebagai wilayah dari Republik Indonesia, maka Aidan Sinaga, E.S. Handuran dan A.A. Rivai menghadap Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta di Yogyakarta dan menyampaikan surat pernyataan bertanggal 20 November 1946 berisi dukungan dan kesetiaan SKI terhadap Republik Indonesia

Perjuangannya bersama tokoh-tokoh SKI lainnya berhasil mendominasi anggota Dewan Banjar, sebuah badan legislatif bentukan Belanda. Dari 7 kursi yang tersedia, 5 kursi diduduki orang-orang SKI. Sehingga Dewan banjar lebih berpihak pada perjuangan menuju Negara Kesatuan daripada menyalurkan keinginan Belanda untuk membentuk negara perserikatan.

Sebelum Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, A. Sinaga bersama A.A. Rivai sebagai utusan BFO dari Dewan Banjar mengikuti persidangan antara Delegasi Republik Indonesia di Scheveningen dan ‘s-Gravenhage, membicarakan persiapan pembuatan Konstitusi RIS. A.A. Rivai sebagai wakil dari Dewan Banjar ikut membubuhkan tanda tangan pada Piagam Persetujuan Naskah Undang-undang Dasar Peralihan bernama Konstitusi Republik Indonesia. Mereka berdua selanjutnya mengikuti Persidangan KMB di Den Haag. Sehabis dari KMB, keduanya pulang ke Indonesia dengan pesawat constellation KLM tanggal 9 November 1949. bersama utusan-utusan lainnya.
A.A Rivai dan A. Sinaga (paling kanan depan) ketika menghadiri KMB di Den Haag
Sesudah pengakuan kedaulatan tahun 1949, A. Sinaga menjabat sebagai Walikotapraja Banjarmasin.(1950-1958).

Sumber : Wajidi, 2007, Proklamasi Kesetiaan Kepada Republik

Tuesday, May 25, 2010

Pertempuran Nagara

0 comments
Pada tanggal 25 Desember 1948, Pimpinan ALRI Divisi IV Letkol Hassan Basry mengeluarkan perintah serangan umum terhadap Belanda, untuk menjawab ultimatum Belanda untuk menyerah tanggal 20 Mei 1948. Di Nagara, surat perintah disampaikan oleh A. Rizal dan Ishak Hasyim sebagai penghubung. Dipicu penangkapan seorang pejuang bernama Alidin oleh Belanda, maka pada tanggal 2 Januari 1949 Kantor Polisi Belanda dan Kantor Kiai di tambak Bitin diserang pejuang. Pertempurang berlangsung sengit, dimulai sehabis ashar dan baru selesai menjelang subuh.

Pada pertempuran ini gugur beberapa pejuang yaitu H. hasyim, saaludin, Muit, Kamberan, P. timah, asri, HM. Jakfar, dan Rahimin.

Sumber : Wajidi, 2007, Proklamasi Kesetiaan Kepada Republik.

Friday, May 21, 2010

Penghulu Rasyid

0 comments
Penghulu Rasyid dilahirkan pada tahun 1815 M di Desa Habau Kecamatan Banua Lawas (Kelua), Di lain pihak meriwayatkan (versi Haji Mukri Telaga Itar) bahwa Penghulu Rasyid dilahirkan di desa Telaga Itar pada tahun 1815 M.
Penghulu Rasyid sejak kecilnya taat beribadah serta patuh terhadap ajaran agama Islam, selain itu sangat berbakti kepada kedua orang tuanya. Sejak kecil belajar agama kepada orang tuanya. Setelah itu melanjutkan pelajaran kepada beberapa orang tokoh ulama, di antaranya Tuan Guru Haji Bahruddin dan Tuan Guru Haji Abdussamad.
Jauh sebelum tahun kelahiran Penghulu Rasyid (1815 M) di daerah Kelua telah berdiri sebuah Kerajaan yang bernama “BAGALONG” di wilayah Tabalong dan Daerah Pasir (Tanah Grogot). Setelah Raja Bagalong meninggal dunia, sebagai penggantinya diangkat Putera Mahkota Pangeran Namin. Sejak pemerintahan Pangeran Namin inilah pihak Belanda mulai berdatangan ke daerah ini yang katanya hanya berdagang.
Mereka mulai membeli rempah-rempah, hasil bumi dan hutan lainnya. Jumlah mereka kian hari kian bertambah di samping mereka mendatangkan bantuan Serdadu dari Pulau Jawa. Sehingga pada akhirnya mereka memaksa Pangeran Namin untuk menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Belanda atau setidak-tidaknya bernaung di bawah kekuasaan Belanda dengan membayar upeti kepada Kerajaan Belanda .
Berkali-kali Belanda membujuknya namun Pangeran Namin tetap pada pendiriannya untuk tidak mau tunduk kepada Belanda. Pihak Belanda memberikan ultimatum kepada pangeran Namin harus mengambil salah satu pilihan, menyerah atau diperangi. Akhirnya Pangeran Namin melaksanakan musyawarah dengan para pembantunya yang kemudian mengambil suatu keputusan, yaitu tidak mengambil salah satu alternatif yang diajukan oleh Belanda, akan tetapi beliau bersama keluarganya serta pembantunya hijrah ke dalam hutan Baruh Undan untuk bertapa. Sedang pengawal istana dan tokoh-tokoh kerajaan yang lainnya yang tidak bersedia ke pertapaan, mereka menghindar ke pedalaman Balukut, sungai Ratin, Pelajau, Talan, Banua Rantau, Silaung, Habau dan lain–lain.
Pada pagi harinya karena belum menerima jawaban sebagai penegasan dari Pangeran Namin kepada Belanda, maka pihak Belanda langsung menyerang istana Kerajaan, namun ternyata Kerajaan tersebut dalam keadaan tidak berpenghuni, sedang istana sudah dibumi hanguskan oleh Pangeran Namin sebelum berangkat meninggalkanya. Pihak Belanda yang bermarkas di Amuntai sama sekali tidak mengetahui adanya pembumihangusan Istana tersebut.
Di lain pihak Pangeran Antasari telah menunjuk Penghulu Rasyid sebagai kepala perang di sektor Tabalong yang dalam hal ini beliau menetapkan Markas Pertahanan dan tempat latihan Prajurit dalam bergerilya di Desa Habau. Beliau didampingi oleh tiga pembantu utamanya, yaitu Habib Rahban asal Demak, Datu Ahmad asal Habau, dan Untuk asal Telaga Itar Kelua.
Lokasi markas pertahanan Penghulu Rasyid ialah di Tunggung Sawu (Sungai Penghulu) Mandaling Habau Kecamatan Banua Lawas, sedang daerah pennyerangan terhadap Belanda dilakukan di sekitar Telaga Itar, Muara Sungai Hanyar dan di sungai Buluh serta di Tabur .
Pada tanggal 17 Agustus 1860 , Pangeran Antasari mendirikan benteng di Tanjung. Ini menyebabkan menyebabkan di seluruh wilayah Tabalong semuanya dalam keadaan bahaya. Pertempuran Pangeran Antasari yang dibantu oleh Penghulu Rasyid melawan Serdadu Belanda di Tanjung berlangsung selama kurang lebih tiga hari tiga malam yang menyebabkan kira-kira 160 orang prajurit Antasari/prajurit Penghulu Rasyid telah gugur sebagai syuhada. Sedangkan dipihak serdadu Belanda, katanya kapal perangnya kembali ke Amuntai penuh dengan mayat serdadu yang juga tewas.
Penyanggulan dengan perang sistem gerilya yang dipimpin oleh Penghulu Rasyid telah dilakukan di mana-mana, pihak Belanda hampir tidak ada kemampuan lagi untuk menghadapi serangan penyanggulan dari Prajurit Penghulu Rasyid, yang dalam hal ini pihak Belanda terpaksa meminta bantuan Serdadu ke Banjarmasin.
Pihak Belanda selain menggunakan cara perang juga dilakukan politik adu domba untuk memancing kelemahan-kelemahan yang menjadi kebiasaan bagi Bangsa Indonesia. Penguasa Belanda di wilayah Tabalong dan Amuntai membuat Maklumat atau Pengumuman yang isinya sebagai berikut:
BARANG SIAPA DAPAT MENANGKAP PENGHULU RASYID DALAM KEADAAN HIDUP ATAU MATI AKAN DIBERIKAN HADIAH 1.000 GOLDEN SERTA DIBERI BINTANG JASA DAN TIDAK DIKENAKAN PAJAK MEMAJAK SAMPAI TUJUH TURUN. KALAU DIA SUDAH TERBUNUH AGAR KEPALANYA DIBAWA SEBAGAI BUKTI.
Penghulu Rasyid bersama prajuritnya yang tegar dengan daya juang yang tinggi berjuang dan mengusir penjajah Belanda di Bumi Tabalong selama kurang lebih 6 tahun (1859-1865).
Pada suatu pagi, Penghulu Rasyid dengan kekuatan Prajuritnya sedang disiagakan di sekitar Mesjid Pusaka Banua Lawas. Di luar dugaan, tiba–tiba serangan Belanda secara total dari segala jurusan. Akhirnya terjadilah pertempuran yang amat dahsyat dengan kekuatan yang kurang seimbang, Penghulu Rasyid, yang didampingi oleh sepupu beliau, Umpak, menyingkir keluar dari pertempuran dan memerintahkan mundur kepada seluruh prajurit beliau. Sementara pengunduran, Penghulu Rasyid beristirahat di bawah pohon berunai di sebelah Timur dari Jihad Mesjid Pusaka Banua Lawas. Tempat persembunyian Penghulu Rasyid diketahui oleh Pembakal Busan asal Sungai Rukam Kecamatan Kelua. Sempat terjadi dialog sebagai berikut :
“Akhirnya kita bertemu juga wahai sahabat, sebaiknya sahabat lebih baik menyerah daripada meneruskan perjuangan yang tidak bakal menang juga melawan Serdadu Belanda yang lebih kuat dan lebih hebat dari kita.”
“Saya tidak akan menyerah wahai sahabat, apapun yang akan terjadi saya tetap menghadapinya dengan penuh konsekuensi. Ingat pesan guru kita”

“Kalau demikian pendirianmu lebih baik saya membunuh kamu”
“”Kalau demikian maksud sahabat yang dalam situasi begini saya tidak berdaya lagi karena luka saya sangat parah, untuk itu baiklah saya mohon diri untuk shalat ashar”. Pembakal Busan mengangguk tanda setuju.
Penghulu Rasyid melaksanakan Shalat Ashar dan sampai pada Sujud akhir pada raka’at yang terakhir tidak bangkit-bangkit lagi, Pembakal Busan timbul rasa curiga dan langsung mendekatinya serta menyentuhnya pada bagian leher Penghulu Rasyid, ternyata beliau telah wafat dalam keadaan sujud.
Pembakal Busan rasa terkejut dan timbul rasa keraguan untuk mengambil langkah selanjutnya, beliau berjalan meninggalkan mayat Penghulu Rasyid, namun karena ingat akan hadiah yang dijanjikan Belanda, dengan tidak berpikir panjang Pambakal Busan langsung menebas leher Penghulu Rasyid yang sudah dalam keadaan meninggal.
Kepalanya langsung dibawa untuk diperuntukkan kepada Opsir Belanda yang menunggu di Pos Terdepan. Namun di tengah jalan terjadi perebutan atas kepala itu dengan seorang sersan yang seolah-olah sersan itulah yang berhasil membunuh Penghulu Rasyid, akhirnya dapat dilerai oleh serdadu lain dan Pembakal Busan dapat membuktikan atas kebenaran dirinya.
Khabarnya uang 1.000 Golden dimaksud yang diterima oleh BUSAN hanya 500 Golden, sedang selebihnya dibagi-bagikan oleh Serdadu Belanda yang telah berusaha juga mendapatkannya. Jenazah Penghulu Rasyid dimakamkan pada sore Jum’at (setelah Shalat Ashar) di samping Mesjid Banua Lawas dalam tahun 1865 dalam usia 50 tahun.

Sumber : http://adoem-poeboe84.blogspot.com/

Tokoh Kalimantan Selatan

0 comments
Tokoh Nasional asal Kalimantan Selatan
  1. Lambung Mangkurat
  2. Sultan Suriansyah
  3. Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari
  4. Pangeran Antasari (Pahlawan Nasional)
  5. Pangeran Hidayatullah
  6. Panglima Batur
  7. Ir. Pangeran M. Noor (Gubernur Kalimantan / Mentri PU)
  8. KH. Idham Chalid (Waperdam / Pahlawan nasional)
  9. Brigjen. Hassan Basry (Pahlawan Nasional)
  10. KH. Hasan Basri (Ketua MUI)
  11. Letjen. ZA. Maulani (Kabakin)
  12. Drs. Sa'adillah Mursyid, MPA (Menseskab)
  13. Djohan Efendi
  14. Syamsul Maarif (Sekjen Partai Golkar)
  15. Taufik Effendi (Menpan)
  16. Prof. Gusti M. Hatta (Mentri LH/Menristek)

Tokoh Pahlawan dan Pejuang Perang Banjar (1859 - 1905).
  1. Pangeran Antasari (Pahlawan Nasional)
  2. Pangeran Hidayatullah
  3. Ratu Kemala Sari
  4. Ratu Siti
  5. Demang Lehman
  6. Tumenggung Surapati
  7. Tumenggung Jalil
  8. Kyai Langlang
  9. Pangeran Arya Ardi Kesuma
  10. H. Buyasin
  11. Pambakal Sulil
  12. Tumenggung Antaludin
  13. Pangeran Aminullah
  14. Kyai Cakrawati
  15. Panglima Batur
  16. Sultan Kuning
  17. Sultan Muhammad Seman
  18. Panglima Wangkang
  19. Guru Sanusi
  20. Panglima Bukhari
  21. Penghulu Rasyid
  22. Ratu Zaleha

Tokoh Pejuang Kemerdekaaan (1945 - 1950).
  1. Brigjen. Hassan Basry (Pahlawan Nasional)
  2. Ir. Pangeran M. Noor (Gubernur Kalimantan)
  3. H. Aberanie Sulaiman
  4. Pangeran Arya
  5. A. Sinaga
  6. A.A Rivai
  7. dr. Diapari

Tuesday, May 18, 2010

Detik-detik Proklamasi 17 Mei 1949

0 comments
Pada tanggal 18 November 1946, Letnan asli Zuhri dan Letnan Muda Mursyid menemui Hasan Basri di Tabat, Haruyan, untuk membentuk Batalyon ALRI DIVISI IV (A)Pertahanan Kalimantan, sebagai bagian dari ALRI DIVISI IV yang bermarkas di Tuban. Dengan segera Hasan Basri melaksanakan perintah ini dengan melebur Pasukan Banteng Indonesia dan beberapa organisasi kemiliteran yang ada di Kalimantan. Sebagai komandan batalyon ditetapkan Letnan Kolonel Hasan Basri, dengan markas di Haruyan. Penyatuan kesatuan ini membuat operasi militer yang dilaksanakan dalam rangka mempertahan kemerdekaan menjadi lebih terarah dan terpadu.
Akibatnya Belanda lebih meluaskan daerah pembersihannya, daerah-daerah yang dianggap sarang pejuang ditembaki dan di bumi hanguskan. Untuk menghindari kontak langsung dengan Belanda, markas ALRI DIVISI (A) PK di pindahkan ke Birayang, Barabai sejak awal 1947. Namun karena selalu dikejar dan di serang, akhirnya markas ALRI DIVISI (A) PK disepakati adalah dimana-mana, tergantung Hasan Basri dan kawan-kawan berada di mana.
Pada tanggal 16 Mei 1948, ALRI DIVISI (A) PK mengeluarkan sikap terhadap Belanda dan dunia internasional. Isinya adalah :
1. ALRI DIVISI (A) PK adalah bagian dari angkatan Perang Republik Indonesia.
2. ALRI DIVISI (A) PK tidak akan hijrah ke wilayah Indonesia yaitu di Jawa sesuai hasil Perjanjian Linggarjati.
3. ALRI DIVISI (A) PK tidak akan melakukan pelanggaran militer terhadap isi Perjanjian Linggarjati.
4. Agar Belanda mengosongkan Barabai yang akan digunakan ALRI DIVISI (A) PK sebagai markas dan memudahkan hubungan dengan Belanda.
Namun pernyataan sikap ini dibalas Belanda dengan mengeluarkan ultimatum pada tanggal 20 Mei 1948, dengan isi :
“Agar semua kelompok pemberontak, utamanya yang tergabung dalam kelompok pimpinan Hasan Basri, menyerah dengan membawa pakaian, senjata dan mengangkat tangan ke atas, kepada pemerintah yang sah dan akan dianggap berlindung kepada pemerintah yang sah, serta akan dipertimbangkan menringankan kejahatan pemberontakan yang dilakukan”
Ultimatum ini membuat pejuang-pejuang marah dan menambah operasi militer terhadap pos-pos Belanda. Suasana semakin panas, setiap hari terjadi serangan dan penembakan. Serangan terhadap Belanda terjadi dimana-mana seperti di Haruai, Nagara, Tanjung, Ampah, Tamiang Layang, Wawai, Tabing Rimbah, Sungai Tabuk, dan di tempat lainnya. Belanda merasa kurang aman berada di jalanan, sampai akhirnya pimpinan Belanda di Banjarmasin mengeluarkan Staat van Oorlog en Beleg (suasana darurat perang) pada tanggal 16 Desember 1948.
Hubungan ALRI DIVISI (A) PK dengan markas besar di Tuban terputus oleh blokade Belanda. Atas kondisi demikian, pejuang-pejuang berinisiatif untuk melakukan langkah penting dalam menguasai daerah Kalimantan sebagai daerah perjuangan.
Pada tanggal 7 Januari 1949 bertempat di Durian Rabung, dibentuk Panitia Persiapan Proklamasi dengan ketua H. Aberani Sulaiman, wakil ketua Gt. Aman, sekretaris Hasnan Basuki, dan beberapa orang lainnya sebagai anggota. Diadakan beberapa kali rapat dalam perumusan kegiatan, tempat rapat sering berpindah-pindah, untuk menghindari patrol Belanda. Selain itu, mata-mata Belanda berada di mana-mana, sehingga setiap pertemuan dilakukan secara hati-hati dan dengan penjagaan yang ketat.
Pada tanggal 15 Mei 1949, dilakukan perumusan teks proklamasi di Telaga langsat. Perumusan di pimpin oleh H. Aberani Sulaiman, dibantu oleh Gt. Aman, Hasnan Basuki, Pangeran Arya, Budi Gawis dan Romansie. Perumusan selesai pada jam 03.00 pagi hari tanggal 16 Mei 1949, lalu diketik oleh Romansie sebanyak 10 lembar dengan pita warna merah dan huruf kapital semua. Selesai pertemuan, semua anggota berpencar namun semuanya menuju Ni’ih yaitu tempat Hasan Basri berada. Naskah teks proklamasi di bawa Kardi dan H Ramli untuk diantar ke Hasan Basri. Sesampainya di Ni’ih, teks proklamasi ditandatangani Hasan Basri di hadapan para pejuang yang telah berkumpul.
Setelah itu, dilakukan persiapan kegiatan proklamasi, dengan tempat dipilih di Mandapai pada tanggal 17 Mei 1949. Kegiatan proklamasi dilaksanakan dengan upacara penaikan bendera merah putih. Sebagai komandan upacara adalah Ahmad Kusasi, sedangkan penggerek bendera adalah Abbas Basri dan Kardi. Upacara dihadiri masyarakat setempat dan anggota ALRI DIVISI (A) PK. Setelah pembacaan teks proklamasi oleh Hasan Basri dan penaikan bendera merah putih, bendera kembali diturunkan untuk menghindari serangan Belanda.
Untuk mempublikasikan hasil proklamasi, disuruhlah kurir Tarsan untuk menempel teks proklamasi di pasar Kandangan. Teks proklamasi akhirnya berhasil ditempel pada tanggal 20 Mei 1949, seketika gemparlah masyarakat Kandangan. Lalu salah satu wartawan mengambil teks proklamasi tersebut dan membawa ke Banjarmasin, sehingga berita proklamasi dengan segera beredar di Kalimantan.
Isi proklamasi tanggal 17 Mei 1949 tersebut adalah sebagai berikut :

“PROKLAMASI“

MERDEKA,
DENGAN INI KAMI RAKYAT INDONESIA DI KALIMANTAN SELATAN, MEMPERMAKLUMKAN BERDIRINYA PEMERINTAHAN GUBERNUR TENTARA DARI “ALRI” MELINGKUNGI SELURUH DAERAH KALIMANTAN SELATAN MENJADI BAGIAN DARI REPUBLIK INDONESIA, UNTUK MEMENUHI ISI PROKLAMASI 17 AGUSTUS 1945 YANG DITANDATANGANI OLEH PRESIDEN SOEKARNO DAN WAKIL PRESIDEN MOHAMMAD HATTA.
HAL-HAL YANG BERSANGKUTAN DENGAN PEMINDAHAN KEKUASAAN AKAN DIPERTAHANKAN DAN KALAU PERLU DIPERJUANGKAN SAMPAI TETES DARAH YANG PENGHABISAN.

TETAP MERDEKA !
KANDANGAN,17 MEI IV REP.
ATAS NAMA RAKYAT INDONESIA
DI KALIMANTAN SELATAN
GUBERNUR TENTARA


HASSAN BASRY

Saturday, May 15, 2010

Said Charly

0 comments
Said Charly alias Sakerani dilahirkan di Pagat pada tanggal 17 Mei 1922. Ayah beliau bernama H. Rais. Riwayat perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan di wilayah Hulu Sungai Tengah khususnya daerah Pagat Kecamatan Batu Benawa, beliau adalah sebagai ajudan Komandan Sektor ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan untuk Markas Daerah Z.61 Pagat yang berdudukan di Haliau.
Berbagai pertempuran dan penyerangan yang terjadi di wilayah Pagat dan sekitarnya tidak luput atas kepemimpinan, komando, taktik perang serta kobaran semangat dari beliau terhadap para pejuang yang lain untuk mengusir dan menghancurkan pasukan Belanda. Adapun pertempuran-pertempuran yang beliau ikuti dengan gagah berani antara lain pertempuran/penyerangan: Hambawang Pulasan, Hangkingkin, Gunung Mundar, Gunung Durat Batu Panggung, Haliau dan Jembatan Pagat yang terjadi di wilayah Kecamatan Batu Benawa. Sementara beliau juga terlibat dalam pertempuran lain yang terjadi di Padang Batung dan Janggar Kabupaten Hulu Sungai Selatan serta Bungkukan di Kabupaten Kota Baru.
Said Charly meninggal di usia 78 tahun, tepatnya tanggal 20 Mei 2000 dan dimakamkan pada Kuburan Muslimin Pagat.

Sumber : http://www.hulusungaitengahkab.go.id/

Drs. Sya'adillah Mursyid, MPA

0 comments
Drs. Saadillah Mursyid lahir di Barabai, Kalimantan Selatan, 7 September 1937. Saadillah Mursyid pernah menjabat Menteri Muda/Sekretaris Kabinet Indonesia pada Kabinet Pembangunan V, Menteri Sekretaris Kabinet pada Kabinet Pembangunan VI, dan Menteri Sekretaris Negara pada Kabinet Pembangunan VII.
Sebelum menjabat menteri, lulusan Universitas Gajah Mada (UGM), "The Nederlands Economic Institute", Rotterdam, dan Universitas Harvard ini pernah bekerja di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Pada tahun 1992, ia mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana. Tahun 2003-2005, ia menjabat sebagai "General Manager" Taman Mini Indonesia Indah.
Selain itu, beliau juga menjabat Direktur Utama PT. Dua Satu Tiga Puluh dan Komisaris Utama PT. Hanurata.
Mudah-mudahan saya terhindar dari orang-orang yang semasa Pak Harto memegang jabatan presiden selalu mendekat-dekat, menjilat, dan mencari muka. Pada waktu Pak Harto tidak lagi menjadi presiden, orang-orang itu pula yang bersuara lantang menghujat, mencaci, melempar segala kesalahan kepada Pak Harto."
Pernyataan itu diucapkan Sa’adillah Mursyid ketika hari-hari Soeharto dipenuhi hujatan dan cacian para musuhnya. Pria kelahiran Kalimantan Selatan, 7 September 1937, ini memang dikenal loyal dalam berteman. Maka, ia tak meninggalkan Soeharto, meski kekuasaan tak lagi dalam genggaman pendiri Orde Baru itu. Ia tetap setia berkunjung ke Cendana.
Tetapi Saadillah tak memiliki waktu lebih banyak menunjukkan kesetiaannya. Mantan Menteri Sekretaris Negara ini meninggal dunia pada 28 Juli 2005 akibat stroke. Pada saat itu Soeharto menyempatkan diri melayat ke rumah duka. Dia merasa wajib memberi penghormatan terakhir pada mantan anak buahnya yang setia itu.
Meniti karier di jaringan birokrasi sebagai kurir kantor Sekretariat Negara di awal pemerintahan Orde Baru, Saadillah akhirnya mengisi pos terpenting di sana. Selanjutnya ia seperti ditakdirkan berada di samping Soeharto pada masa-masa sulitnya.
Saadillah yang menulis konsep pengunduran diri Soeharto. Ia juga yang terus melaporkan detik-detik perkembangan genting pada Mei 1998 itu. Ketika Soeharto sakit keras pada 1999, ia setia membesuknya

Friday, May 14, 2010

Ir. Pangeran Muhammad Noor

0 comments

Ir. Pangeran Muhammad Noor dilahirkan di Martapura tanggal 24 Juni 1901.  Gelar pangeran beliau dapatkan karena beliau termasuk keturunan Raja Banjar yaitu garis dari Ratu anom Mangkubumi Kentjana bin Sultan Adam Al Watsiq Billah. Beliau merupakan keturunan terakhir yang menggunakan gelar Pangeran, setelah itu baru tahun 2010 melalui Musyawarah Adat Banjar, gelar Pangeran kembali di berikan kepada Gusti Khairul saleh sebagai Raja Muda Banjar.
Nama kecil beliau adalah Gusti Muhammad Noor. Sejak kecil beliau telah terlihat cerdas, namun belaiu tidak menyombongkan diri walaupun beliau masih termasuk keluarga bangsawan. Beliau tidak membatasi pergaulan, kawan-kawan beliau berasal dari seluruh lapisan masyarakat.
Ir. Pangeran M. Noor menempuh pendidikan mulai HIS lulus tahun 1917, kemudian MULO lulus tahun 1921, dilanjutkan ke HBS lulus tahun 1923, selanjutnya beliau melanjutkan Tecnise Hooge School (THS) Bandung dan tahun 1927 beliau lulus dengan gelar Insiyur. Beliau merupakan orang Kalimantan pertama yang bergelar Insiyur, setahun setelah Ir. Soekarno.
Pada periode tahun 1935-1939 beliau menggantikan ayahnya Pangeran Muhammad Ali sebagai wakil Kalimantan dalam Volksraad di masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda.Setelah habis periode, beliau digantikan oleh Mr. Tadjudin Noor.
Sebelum kemerdekaan, beliau termasuk Panitia Persiapan Kemerdekaan bersama Soekarno dan Hatta. Sesaat setelah proklamasi kemerdekaan, Presiden Soekarno menunjuk beliau sebagai Gubernur Kalimantan periode 1945 - 1950. Dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, beliau memilih bertempat di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan alasan agar dekat dengan pemerintah pusat.   Namun seluruh operasi gerilya di Kalimantan tetap dibawah komando beliau. Dalam upaya tersebut beliau mendirikan pasukan MN 1001 yang terdiri dari pejuang-pejuang Kalimantan yang ada di Jawa. Pasukan MN 1001 merupakan singkatan dari Pasukan Muhammad Noor 1001 Akal. Selama aksinya, pasukan MN 1001 sering menerobos blokade Belanda pada jalur Jawa – Kalimantan. Diantara pejuang yang pernah menerobos blokade ini adalah Letkol Hasan Basry, Tjilik Riwut, dan lain-lain.
Pada saat pertempuran Surabaya tanggal 10 November 1945, beliau juga berada langsung di lokasi pertempuran bersama-sama pejuang lainnya bertempur langsung dengan Pasukan Sekutu. Diceritakan saat itu, sebuah bom meledak dekat beliau, namun belaiu terselamatkan oleh seseorang yang mendorong badan beliau sehingga terhindar dari ledakan bom tersebut. Sampai akhir hayat, beliau tidak mengetahui pejuang yang telah menyelamatkannya.
Selepas dari jabatan Gubernur, Ir. Pangeran M. Noor ditunjuk sebagai Menteri Pekerjaan Umum periode 24 Maret 1956 – 10 Juli 1959 pada Kabinet Ali Sastromijoyo. Ketika itu beliau membuat gagasan Proyek Sungai Barito, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di DAS Barito. Proyek ini hamper mirip dengan Proyek Mekhong, Vietnam. Proyek Sungai barito yaitu pembangunan PLTA Riam Kanan, pembukaan persawahan pasang surut, pembukaan kanal Banjarmasin – Sampit, pengerukan ambang Barito, dan penyempurnaan folder Alabio.
Selesai tugas di Kabinet, Ir. Pangeran M. Noor ditugaskan lagi sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Agung. Kemudian pada masa Gubernur Kalimantan Selatan Aberanie Sulaiman periode 1963 – 1968 beliau ditunjuk sebagai Penasihat Gubernur Bidang Pembangunan.
Menjelang akhir hayatnya beliau terbaring lemah di RS. Pelni Jakarta, tetapi semangat beliau untuk membicarakan pembangunan di Kalimantan Selatan tak pernah surut. Setiap ada tamu yang berkunjung beliau masih saja bertukar pikiran mengenai pembangunan di banua. Bagi beliau pembangunan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat adalah identik dengan kehidupannya. Ia akan berhenti berpikir dan berbicara akan hal itu (pembangunan) bilamana otak dan nafasnya sudah berhenti. Saat hari-hari akhir masa hidupnya dengan kondisi tubuh yang sudah mulai menurun, PM Noor berkata, “Teruskan . . . Gawi kita balum tuntung
Akhirnya, dengan ketetapan Allah Yang Maha Kuasa, Ir. Mohamad Noor, dipanggil-Nya dalam usia 78 tahun pada 15 Januari 1979. Dimakamkan disamping istri tercinta ibunda Gusti Aminah yang sudah mendahuluinya di TPU Karet Jakarta. Namun atas permintaan keluarga, kerangka beliau dan isteri kemudian dipindahkan ke Pemakaman Sultan Adam, Martapura, Kalimantan Selatan pada tanggal 18 Juni 2010.
Sebagai penghormatan bagi Ir. Pangeran M. Noor, nama beliau diabadikan sebagai nama PLTA di Waduk Riam Kanan dan nama jalan di Banjarmasin dan Banjarbaru. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Banjar dan Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan telah mengusulkan gelar Pahlawan Nasional bagi beliau, namun sampai sekarang Pemerintah Pusat belum mengabulkan..
 Ir. Pangeran M. Noor ditengah-tengah pejuang asal Kalimantan di Tuban

K.H. Hasan Basri

0 comments
Hasan Basri lahir di Muara Teweh, Kalimantan Tengah pada tanggal 20 Agustus 1920. Sejak kecil, Hasan Basri sudah gemar belajar membaca Alquran, serta mempraktekkan ajaran dan ibadah Islam. Kendati ayahnya, Muhammad Darun, sudah meninggal dunia saat Hasan Basri berusia tiga tahun. Sang ibu, Siti Fatmah membesarkannya bersama dua saudaranya. Dia putra kedua dari tiga bersaudara.
Pagi hingga siang, Hasan kecil belajar di Sekolah Rakyat. Sore belajar di sekolah Diniyah Awaliyah Islamiyah (DAI). Di sekolah DAI, dia belajar membaca Alquran, menulis dan membaca tulisan Arab, serta mempraktekkan ajaran dan ibadah Islam.
Dia murid cerdas, selalu menjadi yang terbaik. Sehingga dia sangat disayang oleh gurunya yang memiliki nama sama dengan kakeknya, Haji Abdullah. Maka, tatkala dia duduk di kelas tiga, gurunya mempercayainya mengajar di kelas satu dan dua.
Lulus dari Sekolah Rakyat, Hasan Basri meninggalkan desa kelahirannya untuk melanjutkan sekolah di Banjarmasin. Ia melanjut ke Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah di Banjarmasin (1935-1938). Saat Buya Hamka berkunjung ke Banjarmasin. Dia sangat mengagumi ulama Muhammadiyah itu, apalagi setelah melihatnya berceramah. Sejak itu, Hasan bercita-cita menjadi ulama seperti Buya Hamka.
Setamat MTs, dia melanjut ke Sekolah Zu'ama Muhammadiyah di Yogyakarta (1938-1941). Dia menyelesaikan pendidikannya dengan baik. Sesudah tamat, ia pun menikah di usia 21 tahun dengan Nurhani.
Kendati masih terbilang masih sangat muda, dia bersama sang istri, sudah berpikir lebih dewasa dari usianya. Pasangan suami-isteri muda ini mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah di Marabahan, Kalimantan Selatan. Mereka berdualah yang menjadi gurunya. Namun, 1944 madrasah itu ditutup karena situasi perang. Dia sempat mendirikan Persatuan Guru Agama Islam di Kalimantan Selatan.
Selain itu, Hasan Basri juga sering pidato dan khutbah di masjid, serta ceramah di majlis taklim. Hal ini membuatnya sangat dikenal luas di lingkungan masyarakatnya. Hal ini pula yang mendorong Hasan Basri terjun ke gelanggang organisasi dan pergerakan politik.
Ia pun aktif dalam partai Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) yang diikrarkan sebagai satu-satunya partai politik Islam, kala itu. Hasan Basri dan keluarga hijrah ke Jakarta, saat Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) terbentuk, dan dia terpilih menjadi anggota DPR mewakili provinsinya.
Namun, tahun 1960 partai Masyumi dibubarkan pemerintah. Maka, dia sebagai anggota Pimpinan Pusat Partai Masyumi tidak dapat lagi bergerak dalam politik. Gerak politik ulama dan pemimpin Islam dipersempit, terutama setelah DPR-RI hasil pemilu yang pertama tahun 1955 dibubarkan dengan Dekrit Presiden Sukarno.
Sebagai ulama dan zu'ama (pemimpin Islam), dia merasa tidak ada lagi organisasi politik yang cocok menyalurkan pemikiran dan pandangan politik yang diyakininya. Maka, ia memutuskan untuk menekuni pelayanan dakwah. Langsung terjun ke tengah-tengah masyarakat, mengawal moral dan akidah umat. Dia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama, sampai dia meninggal dunia dan digantikan Prof KH Ali Yafie.
Saat, menjabat Ketua Umum MUI, pemerintah melalui Menteri Keuangan mengeluarkan Pakto (Paket Oktober) 1988, yang mendorong berdirinya bank. Banyak umat Islam yang bertanya kepadanya mengenai bunga bank yang oleh sebagian kalangan dianggap haram. Selaku ketua umum MUI, dia mendengar keluhan umat Islam tersebut. Ia merespon dengan menggelar seminar “Bank Tanpa Bunga” di Hotel Safari Cisarua Agustus 1991 dihadiri para pakar ekonomi, pejabat Bank Indonesia, menteri terkait, serta para ulama. Waktu itu ada tiga pendapat; ada yang menyebutkan bunga bank haram, bunga bank halal dan ada juga yang berpendapat bunga bank syubhat.
Lalu, seminar itu merekomendasikan agar KH Hasan Basri, selaku Ketua Umum MUI membawakan masalah itu ke Munas MUI yang diadakan akhir Agustus 1991. Munas MUI itu memutuskan agar MUI mengambil prakarsa mendirikan bank tanpa bunga.
Untuk itu, dibentuk kelompok kerja yang diketuai oleh Sekjen MUI waktu itu HS Prodjokusumo. Dilakukan lobi melalui BJ Habibie sampai akhirnya Presiden Soeharto menyetujui didirikannya Bank Muamalat Indonesia (BMI).
Resminya, BMI lahir tanggal 1 November 1991. Pada 3 Nopember 1991, atas prakarsa Presiden Soeharto, dilakukan penghimpunan dana di Istana Bogor. Kemudian setelah semua perangkatnya dilengkapi, BMI beroperasi 1 Mei 1992.
Jabatan yang pernah beliau pegang :
- Pendiri Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah di Marabahan, Kalimantan Selatan (1941-1944)
- Pendiri Persatuan Guru Agama Islam di Kalimantan Selatan
- Anggota DPR-RI dari partai Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia), 1955
- Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
- Pendiri Bank Muamalat Indonesia (BMI), 1991
Pada tanggal 8 November 1998, Hasan Basri meninggal dunia di Jakarta.