Ir. Pangeran Muhammad Noor dilahirkan di Martapura tanggal
24 Juni 1901. Gelar pangeran beliau
dapatkan karena beliau termasuk keturunan Raja Banjar yaitu garis dari Ratu
anom Mangkubumi Kentjana bin Sultan Adam Al Watsiq Billah. Beliau merupakan
keturunan terakhir yang menggunakan gelar Pangeran, setelah itu baru tahun 2010
melalui Musyawarah Adat Banjar, gelar Pangeran kembali di berikan kepada Gusti
Khairul saleh sebagai Raja Muda Banjar.
Nama kecil beliau adalah Gusti Muhammad Noor. Sejak kecil
beliau telah terlihat cerdas, namun belaiu tidak menyombongkan diri walaupun
beliau masih termasuk keluarga bangsawan. Beliau tidak membatasi pergaulan,
kawan-kawan beliau berasal dari seluruh lapisan masyarakat.
Ir. Pangeran M. Noor menempuh pendidikan mulai HIS lulus
tahun 1917, kemudian MULO lulus tahun 1921, dilanjutkan ke HBS lulus tahun
1923, selanjutnya beliau melanjutkan Tecnise Hooge School (THS) Bandung dan
tahun 1927 beliau lulus dengan gelar Insiyur. Beliau merupakan orang Kalimantan
pertama yang bergelar Insiyur, setahun setelah Ir. Soekarno.
Pada periode tahun 1935-1939 beliau menggantikan
ayahnya Pangeran Muhammad Ali
sebagai wakil Kalimantan dalam Volksraad di masa pemerintahan kolonial Hindia
Belanda.Setelah habis periode, beliau digantikan oleh Mr. Tadjudin Noor.
Sebelum kemerdekaan, beliau termasuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan bersama Soekarno dan Hatta. Sesaat setelah proklamasi kemerdekaan,
Presiden Soekarno menunjuk beliau sebagai Gubernur Kalimantan periode 1945 -
1950. Dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, beliau memilih bertempat di
daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan alasan agar dekat dengan pemerintah
pusat. Namun seluruh operasi gerilya di Kalimantan
tetap dibawah komando beliau. Dalam upaya tersebut beliau mendirikan pasukan MN
1001 yang terdiri dari pejuang-pejuang Kalimantan yang ada di Jawa. Pasukan MN
1001 merupakan singkatan dari Pasukan Muhammad Noor 1001 Akal. Selama aksinya,
pasukan MN 1001 sering menerobos blokade Belanda pada jalur Jawa – Kalimantan.
Diantara pejuang yang pernah menerobos blokade ini adalah Letkol Hasan Basry, Tjilik
Riwut, dan lain-lain.
Pada saat pertempuran Surabaya tanggal 10 November 1945,
beliau juga berada langsung di lokasi pertempuran bersama-sama pejuang lainnya
bertempur langsung dengan Pasukan Sekutu. Diceritakan saat itu, sebuah bom
meledak dekat beliau, namun belaiu terselamatkan oleh seseorang yang mendorong
badan beliau sehingga terhindar dari ledakan bom tersebut. Sampai akhir hayat,
beliau tidak mengetahui pejuang yang telah menyelamatkannya.
Selepas dari jabatan Gubernur, Ir. Pangeran M. Noor ditunjuk
sebagai Menteri Pekerjaan Umum periode 24 Maret 1956 – 10 Juli 1959 pada
Kabinet Ali Sastromijoyo. Ketika itu beliau membuat gagasan Proyek Sungai
Barito, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di DAS Barito.
Proyek ini hamper mirip dengan Proyek Mekhong, Vietnam. Proyek Sungai barito yaitu
pembangunan PLTA Riam Kanan, pembukaan persawahan pasang surut, pembukaan kanal
Banjarmasin – Sampit, pengerukan ambang Barito, dan penyempurnaan folder Alabio.
Selesai tugas di Kabinet, Ir. Pangeran M. Noor ditugaskan
lagi sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Agung. Kemudian pada masa Gubernur Kalimantan
Selatan Aberanie Sulaiman periode 1963 – 1968 beliau ditunjuk sebagai Penasihat
Gubernur Bidang Pembangunan.
Menjelang akhir hayatnya beliau terbaring lemah di RS. Pelni Jakarta, tetapi
semangat beliau untuk membicarakan pembangunan di Kalimantan Selatan tak pernah
surut. Setiap ada tamu yang berkunjung beliau masih saja bertukar pikiran
mengenai pembangunan di banua. Bagi beliau pembangunan untuk kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat adalah identik dengan kehidupannya. Ia akan berhenti berpikir
dan berbicara akan hal itu (pembangunan) bilamana otak dan nafasnya sudah
berhenti. Saat hari-hari akhir masa hidupnya dengan kondisi tubuh yang sudah
mulai menurun, PM Noor berkata, “Teruskan . . . Gawi kita balum tuntung“
Akhirnya, dengan ketetapan Allah Yang Maha Kuasa, Ir. Mohamad Noor,
dipanggil-Nya dalam usia 78 tahun pada 15 Januari 1979. Dimakamkan disamping
istri tercinta ibunda Gusti Aminah yang sudah mendahuluinya di TPU Karet
Jakarta. Namun atas permintaan keluarga, kerangka beliau dan isteri kemudian
dipindahkan ke Pemakaman Sultan Adam, Martapura, Kalimantan Selatan pada
tanggal 18 Juni 2010.
Sebagai penghormatan bagi Ir. Pangeran M. Noor,
nama beliau diabadikan sebagai nama PLTA di Waduk Riam Kanan dan nama jalan di
Banjarmasin dan Banjarbaru. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Banjar dan
Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan telah mengusulkan gelar Pahlawan
Nasional bagi beliau, namun sampai sekarang Pemerintah Pusat belum mengabulkan..
Ir. Pangeran M. Noor ditengah-tengah pejuang asal Kalimantan di Tuban
0 comments:
Post a Comment