Tuesday, May 25, 2010

Pertempuran Nagara

0 comments
Pada tanggal 25 Desember 1948, Pimpinan ALRI Divisi IV Letkol Hassan Basry mengeluarkan perintah serangan umum terhadap Belanda, untuk menjawab ultimatum Belanda untuk menyerah tanggal 20 Mei 1948. Di Nagara, surat perintah disampaikan oleh A. Rizal dan Ishak Hasyim sebagai penghubung. Dipicu penangkapan seorang pejuang bernama Alidin oleh Belanda, maka pada tanggal 2 Januari 1949 Kantor Polisi Belanda dan Kantor Kiai di tambak Bitin diserang pejuang. Pertempurang berlangsung sengit, dimulai sehabis ashar dan baru selesai menjelang subuh.

Pada pertempuran ini gugur beberapa pejuang yaitu H. hasyim, saaludin, Muit, Kamberan, P. timah, asri, HM. Jakfar, dan Rahimin.

Sumber : Wajidi, 2007, Proklamasi Kesetiaan Kepada Republik.

Friday, May 21, 2010

Penghulu Rasyid

0 comments
Penghulu Rasyid dilahirkan pada tahun 1815 M di Desa Habau Kecamatan Banua Lawas (Kelua), Di lain pihak meriwayatkan (versi Haji Mukri Telaga Itar) bahwa Penghulu Rasyid dilahirkan di desa Telaga Itar pada tahun 1815 M.
Penghulu Rasyid sejak kecilnya taat beribadah serta patuh terhadap ajaran agama Islam, selain itu sangat berbakti kepada kedua orang tuanya. Sejak kecil belajar agama kepada orang tuanya. Setelah itu melanjutkan pelajaran kepada beberapa orang tokoh ulama, di antaranya Tuan Guru Haji Bahruddin dan Tuan Guru Haji Abdussamad.
Jauh sebelum tahun kelahiran Penghulu Rasyid (1815 M) di daerah Kelua telah berdiri sebuah Kerajaan yang bernama “BAGALONG” di wilayah Tabalong dan Daerah Pasir (Tanah Grogot). Setelah Raja Bagalong meninggal dunia, sebagai penggantinya diangkat Putera Mahkota Pangeran Namin. Sejak pemerintahan Pangeran Namin inilah pihak Belanda mulai berdatangan ke daerah ini yang katanya hanya berdagang.
Mereka mulai membeli rempah-rempah, hasil bumi dan hutan lainnya. Jumlah mereka kian hari kian bertambah di samping mereka mendatangkan bantuan Serdadu dari Pulau Jawa. Sehingga pada akhirnya mereka memaksa Pangeran Namin untuk menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Belanda atau setidak-tidaknya bernaung di bawah kekuasaan Belanda dengan membayar upeti kepada Kerajaan Belanda .
Berkali-kali Belanda membujuknya namun Pangeran Namin tetap pada pendiriannya untuk tidak mau tunduk kepada Belanda. Pihak Belanda memberikan ultimatum kepada pangeran Namin harus mengambil salah satu pilihan, menyerah atau diperangi. Akhirnya Pangeran Namin melaksanakan musyawarah dengan para pembantunya yang kemudian mengambil suatu keputusan, yaitu tidak mengambil salah satu alternatif yang diajukan oleh Belanda, akan tetapi beliau bersama keluarganya serta pembantunya hijrah ke dalam hutan Baruh Undan untuk bertapa. Sedang pengawal istana dan tokoh-tokoh kerajaan yang lainnya yang tidak bersedia ke pertapaan, mereka menghindar ke pedalaman Balukut, sungai Ratin, Pelajau, Talan, Banua Rantau, Silaung, Habau dan lain–lain.
Pada pagi harinya karena belum menerima jawaban sebagai penegasan dari Pangeran Namin kepada Belanda, maka pihak Belanda langsung menyerang istana Kerajaan, namun ternyata Kerajaan tersebut dalam keadaan tidak berpenghuni, sedang istana sudah dibumi hanguskan oleh Pangeran Namin sebelum berangkat meninggalkanya. Pihak Belanda yang bermarkas di Amuntai sama sekali tidak mengetahui adanya pembumihangusan Istana tersebut.
Di lain pihak Pangeran Antasari telah menunjuk Penghulu Rasyid sebagai kepala perang di sektor Tabalong yang dalam hal ini beliau menetapkan Markas Pertahanan dan tempat latihan Prajurit dalam bergerilya di Desa Habau. Beliau didampingi oleh tiga pembantu utamanya, yaitu Habib Rahban asal Demak, Datu Ahmad asal Habau, dan Untuk asal Telaga Itar Kelua.
Lokasi markas pertahanan Penghulu Rasyid ialah di Tunggung Sawu (Sungai Penghulu) Mandaling Habau Kecamatan Banua Lawas, sedang daerah pennyerangan terhadap Belanda dilakukan di sekitar Telaga Itar, Muara Sungai Hanyar dan di sungai Buluh serta di Tabur .
Pada tanggal 17 Agustus 1860 , Pangeran Antasari mendirikan benteng di Tanjung. Ini menyebabkan menyebabkan di seluruh wilayah Tabalong semuanya dalam keadaan bahaya. Pertempuran Pangeran Antasari yang dibantu oleh Penghulu Rasyid melawan Serdadu Belanda di Tanjung berlangsung selama kurang lebih tiga hari tiga malam yang menyebabkan kira-kira 160 orang prajurit Antasari/prajurit Penghulu Rasyid telah gugur sebagai syuhada. Sedangkan dipihak serdadu Belanda, katanya kapal perangnya kembali ke Amuntai penuh dengan mayat serdadu yang juga tewas.
Penyanggulan dengan perang sistem gerilya yang dipimpin oleh Penghulu Rasyid telah dilakukan di mana-mana, pihak Belanda hampir tidak ada kemampuan lagi untuk menghadapi serangan penyanggulan dari Prajurit Penghulu Rasyid, yang dalam hal ini pihak Belanda terpaksa meminta bantuan Serdadu ke Banjarmasin.
Pihak Belanda selain menggunakan cara perang juga dilakukan politik adu domba untuk memancing kelemahan-kelemahan yang menjadi kebiasaan bagi Bangsa Indonesia. Penguasa Belanda di wilayah Tabalong dan Amuntai membuat Maklumat atau Pengumuman yang isinya sebagai berikut:
BARANG SIAPA DAPAT MENANGKAP PENGHULU RASYID DALAM KEADAAN HIDUP ATAU MATI AKAN DIBERIKAN HADIAH 1.000 GOLDEN SERTA DIBERI BINTANG JASA DAN TIDAK DIKENAKAN PAJAK MEMAJAK SAMPAI TUJUH TURUN. KALAU DIA SUDAH TERBUNUH AGAR KEPALANYA DIBAWA SEBAGAI BUKTI.
Penghulu Rasyid bersama prajuritnya yang tegar dengan daya juang yang tinggi berjuang dan mengusir penjajah Belanda di Bumi Tabalong selama kurang lebih 6 tahun (1859-1865).
Pada suatu pagi, Penghulu Rasyid dengan kekuatan Prajuritnya sedang disiagakan di sekitar Mesjid Pusaka Banua Lawas. Di luar dugaan, tiba–tiba serangan Belanda secara total dari segala jurusan. Akhirnya terjadilah pertempuran yang amat dahsyat dengan kekuatan yang kurang seimbang, Penghulu Rasyid, yang didampingi oleh sepupu beliau, Umpak, menyingkir keluar dari pertempuran dan memerintahkan mundur kepada seluruh prajurit beliau. Sementara pengunduran, Penghulu Rasyid beristirahat di bawah pohon berunai di sebelah Timur dari Jihad Mesjid Pusaka Banua Lawas. Tempat persembunyian Penghulu Rasyid diketahui oleh Pembakal Busan asal Sungai Rukam Kecamatan Kelua. Sempat terjadi dialog sebagai berikut :
“Akhirnya kita bertemu juga wahai sahabat, sebaiknya sahabat lebih baik menyerah daripada meneruskan perjuangan yang tidak bakal menang juga melawan Serdadu Belanda yang lebih kuat dan lebih hebat dari kita.”
“Saya tidak akan menyerah wahai sahabat, apapun yang akan terjadi saya tetap menghadapinya dengan penuh konsekuensi. Ingat pesan guru kita”

“Kalau demikian pendirianmu lebih baik saya membunuh kamu”
“”Kalau demikian maksud sahabat yang dalam situasi begini saya tidak berdaya lagi karena luka saya sangat parah, untuk itu baiklah saya mohon diri untuk shalat ashar”. Pembakal Busan mengangguk tanda setuju.
Penghulu Rasyid melaksanakan Shalat Ashar dan sampai pada Sujud akhir pada raka’at yang terakhir tidak bangkit-bangkit lagi, Pembakal Busan timbul rasa curiga dan langsung mendekatinya serta menyentuhnya pada bagian leher Penghulu Rasyid, ternyata beliau telah wafat dalam keadaan sujud.
Pembakal Busan rasa terkejut dan timbul rasa keraguan untuk mengambil langkah selanjutnya, beliau berjalan meninggalkan mayat Penghulu Rasyid, namun karena ingat akan hadiah yang dijanjikan Belanda, dengan tidak berpikir panjang Pambakal Busan langsung menebas leher Penghulu Rasyid yang sudah dalam keadaan meninggal.
Kepalanya langsung dibawa untuk diperuntukkan kepada Opsir Belanda yang menunggu di Pos Terdepan. Namun di tengah jalan terjadi perebutan atas kepala itu dengan seorang sersan yang seolah-olah sersan itulah yang berhasil membunuh Penghulu Rasyid, akhirnya dapat dilerai oleh serdadu lain dan Pembakal Busan dapat membuktikan atas kebenaran dirinya.
Khabarnya uang 1.000 Golden dimaksud yang diterima oleh BUSAN hanya 500 Golden, sedang selebihnya dibagi-bagikan oleh Serdadu Belanda yang telah berusaha juga mendapatkannya. Jenazah Penghulu Rasyid dimakamkan pada sore Jum’at (setelah Shalat Ashar) di samping Mesjid Banua Lawas dalam tahun 1865 dalam usia 50 tahun.

Sumber : http://adoem-poeboe84.blogspot.com/

Tokoh Kalimantan Selatan

0 comments
Tokoh Nasional asal Kalimantan Selatan
  1. Lambung Mangkurat
  2. Sultan Suriansyah
  3. Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari
  4. Pangeran Antasari (Pahlawan Nasional)
  5. Pangeran Hidayatullah
  6. Panglima Batur
  7. Ir. Pangeran M. Noor (Gubernur Kalimantan / Mentri PU)
  8. KH. Idham Chalid (Waperdam / Pahlawan nasional)
  9. Brigjen. Hassan Basry (Pahlawan Nasional)
  10. KH. Hasan Basri (Ketua MUI)
  11. Letjen. ZA. Maulani (Kabakin)
  12. Drs. Sa'adillah Mursyid, MPA (Menseskab)
  13. Djohan Efendi
  14. Syamsul Maarif (Sekjen Partai Golkar)
  15. Taufik Effendi (Menpan)
  16. Prof. Gusti M. Hatta (Mentri LH/Menristek)

Tokoh Pahlawan dan Pejuang Perang Banjar (1859 - 1905).
  1. Pangeran Antasari (Pahlawan Nasional)
  2. Pangeran Hidayatullah
  3. Ratu Kemala Sari
  4. Ratu Siti
  5. Demang Lehman
  6. Tumenggung Surapati
  7. Tumenggung Jalil
  8. Kyai Langlang
  9. Pangeran Arya Ardi Kesuma
  10. H. Buyasin
  11. Pambakal Sulil
  12. Tumenggung Antaludin
  13. Pangeran Aminullah
  14. Kyai Cakrawati
  15. Panglima Batur
  16. Sultan Kuning
  17. Sultan Muhammad Seman
  18. Panglima Wangkang
  19. Guru Sanusi
  20. Panglima Bukhari
  21. Penghulu Rasyid
  22. Ratu Zaleha

Tokoh Pejuang Kemerdekaaan (1945 - 1950).
  1. Brigjen. Hassan Basry (Pahlawan Nasional)
  2. Ir. Pangeran M. Noor (Gubernur Kalimantan)
  3. H. Aberanie Sulaiman
  4. Pangeran Arya
  5. A. Sinaga
  6. A.A Rivai
  7. dr. Diapari

Tuesday, May 18, 2010

Detik-detik Proklamasi 17 Mei 1949

0 comments
Pada tanggal 18 November 1946, Letnan asli Zuhri dan Letnan Muda Mursyid menemui Hasan Basri di Tabat, Haruyan, untuk membentuk Batalyon ALRI DIVISI IV (A)Pertahanan Kalimantan, sebagai bagian dari ALRI DIVISI IV yang bermarkas di Tuban. Dengan segera Hasan Basri melaksanakan perintah ini dengan melebur Pasukan Banteng Indonesia dan beberapa organisasi kemiliteran yang ada di Kalimantan. Sebagai komandan batalyon ditetapkan Letnan Kolonel Hasan Basri, dengan markas di Haruyan. Penyatuan kesatuan ini membuat operasi militer yang dilaksanakan dalam rangka mempertahan kemerdekaan menjadi lebih terarah dan terpadu.
Akibatnya Belanda lebih meluaskan daerah pembersihannya, daerah-daerah yang dianggap sarang pejuang ditembaki dan di bumi hanguskan. Untuk menghindari kontak langsung dengan Belanda, markas ALRI DIVISI (A) PK di pindahkan ke Birayang, Barabai sejak awal 1947. Namun karena selalu dikejar dan di serang, akhirnya markas ALRI DIVISI (A) PK disepakati adalah dimana-mana, tergantung Hasan Basri dan kawan-kawan berada di mana.
Pada tanggal 16 Mei 1948, ALRI DIVISI (A) PK mengeluarkan sikap terhadap Belanda dan dunia internasional. Isinya adalah :
1. ALRI DIVISI (A) PK adalah bagian dari angkatan Perang Republik Indonesia.
2. ALRI DIVISI (A) PK tidak akan hijrah ke wilayah Indonesia yaitu di Jawa sesuai hasil Perjanjian Linggarjati.
3. ALRI DIVISI (A) PK tidak akan melakukan pelanggaran militer terhadap isi Perjanjian Linggarjati.
4. Agar Belanda mengosongkan Barabai yang akan digunakan ALRI DIVISI (A) PK sebagai markas dan memudahkan hubungan dengan Belanda.
Namun pernyataan sikap ini dibalas Belanda dengan mengeluarkan ultimatum pada tanggal 20 Mei 1948, dengan isi :
“Agar semua kelompok pemberontak, utamanya yang tergabung dalam kelompok pimpinan Hasan Basri, menyerah dengan membawa pakaian, senjata dan mengangkat tangan ke atas, kepada pemerintah yang sah dan akan dianggap berlindung kepada pemerintah yang sah, serta akan dipertimbangkan menringankan kejahatan pemberontakan yang dilakukan”
Ultimatum ini membuat pejuang-pejuang marah dan menambah operasi militer terhadap pos-pos Belanda. Suasana semakin panas, setiap hari terjadi serangan dan penembakan. Serangan terhadap Belanda terjadi dimana-mana seperti di Haruai, Nagara, Tanjung, Ampah, Tamiang Layang, Wawai, Tabing Rimbah, Sungai Tabuk, dan di tempat lainnya. Belanda merasa kurang aman berada di jalanan, sampai akhirnya pimpinan Belanda di Banjarmasin mengeluarkan Staat van Oorlog en Beleg (suasana darurat perang) pada tanggal 16 Desember 1948.
Hubungan ALRI DIVISI (A) PK dengan markas besar di Tuban terputus oleh blokade Belanda. Atas kondisi demikian, pejuang-pejuang berinisiatif untuk melakukan langkah penting dalam menguasai daerah Kalimantan sebagai daerah perjuangan.
Pada tanggal 7 Januari 1949 bertempat di Durian Rabung, dibentuk Panitia Persiapan Proklamasi dengan ketua H. Aberani Sulaiman, wakil ketua Gt. Aman, sekretaris Hasnan Basuki, dan beberapa orang lainnya sebagai anggota. Diadakan beberapa kali rapat dalam perumusan kegiatan, tempat rapat sering berpindah-pindah, untuk menghindari patrol Belanda. Selain itu, mata-mata Belanda berada di mana-mana, sehingga setiap pertemuan dilakukan secara hati-hati dan dengan penjagaan yang ketat.
Pada tanggal 15 Mei 1949, dilakukan perumusan teks proklamasi di Telaga langsat. Perumusan di pimpin oleh H. Aberani Sulaiman, dibantu oleh Gt. Aman, Hasnan Basuki, Pangeran Arya, Budi Gawis dan Romansie. Perumusan selesai pada jam 03.00 pagi hari tanggal 16 Mei 1949, lalu diketik oleh Romansie sebanyak 10 lembar dengan pita warna merah dan huruf kapital semua. Selesai pertemuan, semua anggota berpencar namun semuanya menuju Ni’ih yaitu tempat Hasan Basri berada. Naskah teks proklamasi di bawa Kardi dan H Ramli untuk diantar ke Hasan Basri. Sesampainya di Ni’ih, teks proklamasi ditandatangani Hasan Basri di hadapan para pejuang yang telah berkumpul.
Setelah itu, dilakukan persiapan kegiatan proklamasi, dengan tempat dipilih di Mandapai pada tanggal 17 Mei 1949. Kegiatan proklamasi dilaksanakan dengan upacara penaikan bendera merah putih. Sebagai komandan upacara adalah Ahmad Kusasi, sedangkan penggerek bendera adalah Abbas Basri dan Kardi. Upacara dihadiri masyarakat setempat dan anggota ALRI DIVISI (A) PK. Setelah pembacaan teks proklamasi oleh Hasan Basri dan penaikan bendera merah putih, bendera kembali diturunkan untuk menghindari serangan Belanda.
Untuk mempublikasikan hasil proklamasi, disuruhlah kurir Tarsan untuk menempel teks proklamasi di pasar Kandangan. Teks proklamasi akhirnya berhasil ditempel pada tanggal 20 Mei 1949, seketika gemparlah masyarakat Kandangan. Lalu salah satu wartawan mengambil teks proklamasi tersebut dan membawa ke Banjarmasin, sehingga berita proklamasi dengan segera beredar di Kalimantan.
Isi proklamasi tanggal 17 Mei 1949 tersebut adalah sebagai berikut :

“PROKLAMASI“

MERDEKA,
DENGAN INI KAMI RAKYAT INDONESIA DI KALIMANTAN SELATAN, MEMPERMAKLUMKAN BERDIRINYA PEMERINTAHAN GUBERNUR TENTARA DARI “ALRI” MELINGKUNGI SELURUH DAERAH KALIMANTAN SELATAN MENJADI BAGIAN DARI REPUBLIK INDONESIA, UNTUK MEMENUHI ISI PROKLAMASI 17 AGUSTUS 1945 YANG DITANDATANGANI OLEH PRESIDEN SOEKARNO DAN WAKIL PRESIDEN MOHAMMAD HATTA.
HAL-HAL YANG BERSANGKUTAN DENGAN PEMINDAHAN KEKUASAAN AKAN DIPERTAHANKAN DAN KALAU PERLU DIPERJUANGKAN SAMPAI TETES DARAH YANG PENGHABISAN.

TETAP MERDEKA !
KANDANGAN,17 MEI IV REP.
ATAS NAMA RAKYAT INDONESIA
DI KALIMANTAN SELATAN
GUBERNUR TENTARA


HASSAN BASRY

Saturday, May 15, 2010

Said Charly

0 comments
Said Charly alias Sakerani dilahirkan di Pagat pada tanggal 17 Mei 1922. Ayah beliau bernama H. Rais. Riwayat perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan di wilayah Hulu Sungai Tengah khususnya daerah Pagat Kecamatan Batu Benawa, beliau adalah sebagai ajudan Komandan Sektor ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan untuk Markas Daerah Z.61 Pagat yang berdudukan di Haliau.
Berbagai pertempuran dan penyerangan yang terjadi di wilayah Pagat dan sekitarnya tidak luput atas kepemimpinan, komando, taktik perang serta kobaran semangat dari beliau terhadap para pejuang yang lain untuk mengusir dan menghancurkan pasukan Belanda. Adapun pertempuran-pertempuran yang beliau ikuti dengan gagah berani antara lain pertempuran/penyerangan: Hambawang Pulasan, Hangkingkin, Gunung Mundar, Gunung Durat Batu Panggung, Haliau dan Jembatan Pagat yang terjadi di wilayah Kecamatan Batu Benawa. Sementara beliau juga terlibat dalam pertempuran lain yang terjadi di Padang Batung dan Janggar Kabupaten Hulu Sungai Selatan serta Bungkukan di Kabupaten Kota Baru.
Said Charly meninggal di usia 78 tahun, tepatnya tanggal 20 Mei 2000 dan dimakamkan pada Kuburan Muslimin Pagat.

Sumber : http://www.hulusungaitengahkab.go.id/

Drs. Sya'adillah Mursyid, MPA

0 comments
Drs. Saadillah Mursyid lahir di Barabai, Kalimantan Selatan, 7 September 1937. Saadillah Mursyid pernah menjabat Menteri Muda/Sekretaris Kabinet Indonesia pada Kabinet Pembangunan V, Menteri Sekretaris Kabinet pada Kabinet Pembangunan VI, dan Menteri Sekretaris Negara pada Kabinet Pembangunan VII.
Sebelum menjabat menteri, lulusan Universitas Gajah Mada (UGM), "The Nederlands Economic Institute", Rotterdam, dan Universitas Harvard ini pernah bekerja di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Pada tahun 1992, ia mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana. Tahun 2003-2005, ia menjabat sebagai "General Manager" Taman Mini Indonesia Indah.
Selain itu, beliau juga menjabat Direktur Utama PT. Dua Satu Tiga Puluh dan Komisaris Utama PT. Hanurata.
Mudah-mudahan saya terhindar dari orang-orang yang semasa Pak Harto memegang jabatan presiden selalu mendekat-dekat, menjilat, dan mencari muka. Pada waktu Pak Harto tidak lagi menjadi presiden, orang-orang itu pula yang bersuara lantang menghujat, mencaci, melempar segala kesalahan kepada Pak Harto."
Pernyataan itu diucapkan Sa’adillah Mursyid ketika hari-hari Soeharto dipenuhi hujatan dan cacian para musuhnya. Pria kelahiran Kalimantan Selatan, 7 September 1937, ini memang dikenal loyal dalam berteman. Maka, ia tak meninggalkan Soeharto, meski kekuasaan tak lagi dalam genggaman pendiri Orde Baru itu. Ia tetap setia berkunjung ke Cendana.
Tetapi Saadillah tak memiliki waktu lebih banyak menunjukkan kesetiaannya. Mantan Menteri Sekretaris Negara ini meninggal dunia pada 28 Juli 2005 akibat stroke. Pada saat itu Soeharto menyempatkan diri melayat ke rumah duka. Dia merasa wajib memberi penghormatan terakhir pada mantan anak buahnya yang setia itu.
Meniti karier di jaringan birokrasi sebagai kurir kantor Sekretariat Negara di awal pemerintahan Orde Baru, Saadillah akhirnya mengisi pos terpenting di sana. Selanjutnya ia seperti ditakdirkan berada di samping Soeharto pada masa-masa sulitnya.
Saadillah yang menulis konsep pengunduran diri Soeharto. Ia juga yang terus melaporkan detik-detik perkembangan genting pada Mei 1998 itu. Ketika Soeharto sakit keras pada 1999, ia setia membesuknya

Friday, May 14, 2010

Ir. Pangeran Muhammad Noor

0 comments

Ir. Pangeran Muhammad Noor dilahirkan di Martapura tanggal 24 Juni 1901.  Gelar pangeran beliau dapatkan karena beliau termasuk keturunan Raja Banjar yaitu garis dari Ratu anom Mangkubumi Kentjana bin Sultan Adam Al Watsiq Billah. Beliau merupakan keturunan terakhir yang menggunakan gelar Pangeran, setelah itu baru tahun 2010 melalui Musyawarah Adat Banjar, gelar Pangeran kembali di berikan kepada Gusti Khairul saleh sebagai Raja Muda Banjar.
Nama kecil beliau adalah Gusti Muhammad Noor. Sejak kecil beliau telah terlihat cerdas, namun belaiu tidak menyombongkan diri walaupun beliau masih termasuk keluarga bangsawan. Beliau tidak membatasi pergaulan, kawan-kawan beliau berasal dari seluruh lapisan masyarakat.
Ir. Pangeran M. Noor menempuh pendidikan mulai HIS lulus tahun 1917, kemudian MULO lulus tahun 1921, dilanjutkan ke HBS lulus tahun 1923, selanjutnya beliau melanjutkan Tecnise Hooge School (THS) Bandung dan tahun 1927 beliau lulus dengan gelar Insiyur. Beliau merupakan orang Kalimantan pertama yang bergelar Insiyur, setahun setelah Ir. Soekarno.
Pada periode tahun 1935-1939 beliau menggantikan ayahnya Pangeran Muhammad Ali sebagai wakil Kalimantan dalam Volksraad di masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda.Setelah habis periode, beliau digantikan oleh Mr. Tadjudin Noor.
Sebelum kemerdekaan, beliau termasuk Panitia Persiapan Kemerdekaan bersama Soekarno dan Hatta. Sesaat setelah proklamasi kemerdekaan, Presiden Soekarno menunjuk beliau sebagai Gubernur Kalimantan periode 1945 - 1950. Dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, beliau memilih bertempat di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan alasan agar dekat dengan pemerintah pusat.   Namun seluruh operasi gerilya di Kalimantan tetap dibawah komando beliau. Dalam upaya tersebut beliau mendirikan pasukan MN 1001 yang terdiri dari pejuang-pejuang Kalimantan yang ada di Jawa. Pasukan MN 1001 merupakan singkatan dari Pasukan Muhammad Noor 1001 Akal. Selama aksinya, pasukan MN 1001 sering menerobos blokade Belanda pada jalur Jawa – Kalimantan. Diantara pejuang yang pernah menerobos blokade ini adalah Letkol Hasan Basry, Tjilik Riwut, dan lain-lain.
Pada saat pertempuran Surabaya tanggal 10 November 1945, beliau juga berada langsung di lokasi pertempuran bersama-sama pejuang lainnya bertempur langsung dengan Pasukan Sekutu. Diceritakan saat itu, sebuah bom meledak dekat beliau, namun belaiu terselamatkan oleh seseorang yang mendorong badan beliau sehingga terhindar dari ledakan bom tersebut. Sampai akhir hayat, beliau tidak mengetahui pejuang yang telah menyelamatkannya.
Selepas dari jabatan Gubernur, Ir. Pangeran M. Noor ditunjuk sebagai Menteri Pekerjaan Umum periode 24 Maret 1956 – 10 Juli 1959 pada Kabinet Ali Sastromijoyo. Ketika itu beliau membuat gagasan Proyek Sungai Barito, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di DAS Barito. Proyek ini hamper mirip dengan Proyek Mekhong, Vietnam. Proyek Sungai barito yaitu pembangunan PLTA Riam Kanan, pembukaan persawahan pasang surut, pembukaan kanal Banjarmasin – Sampit, pengerukan ambang Barito, dan penyempurnaan folder Alabio.
Selesai tugas di Kabinet, Ir. Pangeran M. Noor ditugaskan lagi sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Agung. Kemudian pada masa Gubernur Kalimantan Selatan Aberanie Sulaiman periode 1963 – 1968 beliau ditunjuk sebagai Penasihat Gubernur Bidang Pembangunan.
Menjelang akhir hayatnya beliau terbaring lemah di RS. Pelni Jakarta, tetapi semangat beliau untuk membicarakan pembangunan di Kalimantan Selatan tak pernah surut. Setiap ada tamu yang berkunjung beliau masih saja bertukar pikiran mengenai pembangunan di banua. Bagi beliau pembangunan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat adalah identik dengan kehidupannya. Ia akan berhenti berpikir dan berbicara akan hal itu (pembangunan) bilamana otak dan nafasnya sudah berhenti. Saat hari-hari akhir masa hidupnya dengan kondisi tubuh yang sudah mulai menurun, PM Noor berkata, “Teruskan . . . Gawi kita balum tuntung
Akhirnya, dengan ketetapan Allah Yang Maha Kuasa, Ir. Mohamad Noor, dipanggil-Nya dalam usia 78 tahun pada 15 Januari 1979. Dimakamkan disamping istri tercinta ibunda Gusti Aminah yang sudah mendahuluinya di TPU Karet Jakarta. Namun atas permintaan keluarga, kerangka beliau dan isteri kemudian dipindahkan ke Pemakaman Sultan Adam, Martapura, Kalimantan Selatan pada tanggal 18 Juni 2010.
Sebagai penghormatan bagi Ir. Pangeran M. Noor, nama beliau diabadikan sebagai nama PLTA di Waduk Riam Kanan dan nama jalan di Banjarmasin dan Banjarbaru. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Banjar dan Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan telah mengusulkan gelar Pahlawan Nasional bagi beliau, namun sampai sekarang Pemerintah Pusat belum mengabulkan..
 Ir. Pangeran M. Noor ditengah-tengah pejuang asal Kalimantan di Tuban

K.H. Hasan Basri

0 comments
Hasan Basri lahir di Muara Teweh, Kalimantan Tengah pada tanggal 20 Agustus 1920. Sejak kecil, Hasan Basri sudah gemar belajar membaca Alquran, serta mempraktekkan ajaran dan ibadah Islam. Kendati ayahnya, Muhammad Darun, sudah meninggal dunia saat Hasan Basri berusia tiga tahun. Sang ibu, Siti Fatmah membesarkannya bersama dua saudaranya. Dia putra kedua dari tiga bersaudara.
Pagi hingga siang, Hasan kecil belajar di Sekolah Rakyat. Sore belajar di sekolah Diniyah Awaliyah Islamiyah (DAI). Di sekolah DAI, dia belajar membaca Alquran, menulis dan membaca tulisan Arab, serta mempraktekkan ajaran dan ibadah Islam.
Dia murid cerdas, selalu menjadi yang terbaik. Sehingga dia sangat disayang oleh gurunya yang memiliki nama sama dengan kakeknya, Haji Abdullah. Maka, tatkala dia duduk di kelas tiga, gurunya mempercayainya mengajar di kelas satu dan dua.
Lulus dari Sekolah Rakyat, Hasan Basri meninggalkan desa kelahirannya untuk melanjutkan sekolah di Banjarmasin. Ia melanjut ke Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah di Banjarmasin (1935-1938). Saat Buya Hamka berkunjung ke Banjarmasin. Dia sangat mengagumi ulama Muhammadiyah itu, apalagi setelah melihatnya berceramah. Sejak itu, Hasan bercita-cita menjadi ulama seperti Buya Hamka.
Setamat MTs, dia melanjut ke Sekolah Zu'ama Muhammadiyah di Yogyakarta (1938-1941). Dia menyelesaikan pendidikannya dengan baik. Sesudah tamat, ia pun menikah di usia 21 tahun dengan Nurhani.
Kendati masih terbilang masih sangat muda, dia bersama sang istri, sudah berpikir lebih dewasa dari usianya. Pasangan suami-isteri muda ini mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah di Marabahan, Kalimantan Selatan. Mereka berdualah yang menjadi gurunya. Namun, 1944 madrasah itu ditutup karena situasi perang. Dia sempat mendirikan Persatuan Guru Agama Islam di Kalimantan Selatan.
Selain itu, Hasan Basri juga sering pidato dan khutbah di masjid, serta ceramah di majlis taklim. Hal ini membuatnya sangat dikenal luas di lingkungan masyarakatnya. Hal ini pula yang mendorong Hasan Basri terjun ke gelanggang organisasi dan pergerakan politik.
Ia pun aktif dalam partai Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) yang diikrarkan sebagai satu-satunya partai politik Islam, kala itu. Hasan Basri dan keluarga hijrah ke Jakarta, saat Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) terbentuk, dan dia terpilih menjadi anggota DPR mewakili provinsinya.
Namun, tahun 1960 partai Masyumi dibubarkan pemerintah. Maka, dia sebagai anggota Pimpinan Pusat Partai Masyumi tidak dapat lagi bergerak dalam politik. Gerak politik ulama dan pemimpin Islam dipersempit, terutama setelah DPR-RI hasil pemilu yang pertama tahun 1955 dibubarkan dengan Dekrit Presiden Sukarno.
Sebagai ulama dan zu'ama (pemimpin Islam), dia merasa tidak ada lagi organisasi politik yang cocok menyalurkan pemikiran dan pandangan politik yang diyakininya. Maka, ia memutuskan untuk menekuni pelayanan dakwah. Langsung terjun ke tengah-tengah masyarakat, mengawal moral dan akidah umat. Dia pun akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama, sampai dia meninggal dunia dan digantikan Prof KH Ali Yafie.
Saat, menjabat Ketua Umum MUI, pemerintah melalui Menteri Keuangan mengeluarkan Pakto (Paket Oktober) 1988, yang mendorong berdirinya bank. Banyak umat Islam yang bertanya kepadanya mengenai bunga bank yang oleh sebagian kalangan dianggap haram. Selaku ketua umum MUI, dia mendengar keluhan umat Islam tersebut. Ia merespon dengan menggelar seminar “Bank Tanpa Bunga” di Hotel Safari Cisarua Agustus 1991 dihadiri para pakar ekonomi, pejabat Bank Indonesia, menteri terkait, serta para ulama. Waktu itu ada tiga pendapat; ada yang menyebutkan bunga bank haram, bunga bank halal dan ada juga yang berpendapat bunga bank syubhat.
Lalu, seminar itu merekomendasikan agar KH Hasan Basri, selaku Ketua Umum MUI membawakan masalah itu ke Munas MUI yang diadakan akhir Agustus 1991. Munas MUI itu memutuskan agar MUI mengambil prakarsa mendirikan bank tanpa bunga.
Untuk itu, dibentuk kelompok kerja yang diketuai oleh Sekjen MUI waktu itu HS Prodjokusumo. Dilakukan lobi melalui BJ Habibie sampai akhirnya Presiden Soeharto menyetujui didirikannya Bank Muamalat Indonesia (BMI).
Resminya, BMI lahir tanggal 1 November 1991. Pada 3 Nopember 1991, atas prakarsa Presiden Soeharto, dilakukan penghimpunan dana di Istana Bogor. Kemudian setelah semua perangkatnya dilengkapi, BMI beroperasi 1 Mei 1992.
Jabatan yang pernah beliau pegang :
- Pendiri Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah di Marabahan, Kalimantan Selatan (1941-1944)
- Pendiri Persatuan Guru Agama Islam di Kalimantan Selatan
- Anggota DPR-RI dari partai Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia), 1955
- Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
- Pendiri Bank Muamalat Indonesia (BMI), 1991
Pada tanggal 8 November 1998, Hasan Basri meninggal dunia di Jakarta.

Wasiat Sultan Adam

0 comments

Pada tanggal 12 Shafar 1259 H, atau 14 Maret 1843 M, Sultan Adam menulis ssebuah surat wasiat untuk ahli warisnya. Pembuatan wasiat ini saat 14 tahun sebelum beliau Wafat. Surat wasiat ini jadi fenomenal ketika terjadi kericuhan dalam penobatan raja setelah Sultan Adam wafat. Karena campur tangan Belanda, raja yang dinobatkan bukanlah Pangeran Hidayat seperti yang telah diwasiatkan Sultan Adam. Akhirnya tercetuslah Perang Banjar yang berlangsung 46 tahun lamanya, sejak 1859 - 1905.
Surat wasiat ini dibawa Pangeran Hidayatullah ketika di bunag ke Cianjur, dan secara turun-temurun disimpan oleh pewaris beliau. Saat ini dipegang oleh Pangeran Yusuf Isnendar.
Surat wasiat bertuliskan huruf arab, dengan bahasa arab-melayu. Dan dalam tulisan latinnya adalah sebagai berikut :

Bismillahirrahmannirrahim

Asyhadualla illahhaillallah naik saksi aku tiada Tuhan lain nang disembah denngan se-benar2nya hanya Allah. Wa asyhaduanna Muhammaddarrasulullah naik saksi aku Nabi Muhammad itu se-benar2nya pesuruh Allah Ta'alla.
Dan kamudian dari pada itu aku menyaksikan kapada dua orang baik2 nang memegang hukum agama Islam nang pertama Mufti Haji Jamaluddin nang kedua pengulu Haji Mahmut serta aku adalah didalam tetap ibadahku dan sempurna ingatanku.
Maka adalah aku mambari kapada cucuku Andarun bernama Pangeran Hidayatullah suatu kampung ngarannya Riyam Kanan maka adalah perwatasann tersebut dibawah ini , mulai di Muha Bincau tarus di Teluk Sanggar dan Pamandian Walanda dan Jawa dan tarus digunung Rungging tarus digunung Kupang tarus di gunung Rundam dan tarus di Kepalamandin dan Padang Basar tarus dipasiraman gunung Pamaton tarus digunung Damar tarus di Junggur dari Junggur tarus di kala'an tarus digunung Hakung dari Hakung tarus digunung Baratus, itulah perwatasan nang didarat.
Adapun perwatasan nang di dipinggir sungai basar maka adalah nang tersebut dibawah ini, mulai diteluk Simarak tarus disubarang Pakan Jati tarus subarang Lok Tunggul tarus subarang Danau Salak naik kedaratnya Batu Tiris tarus Abirau tarus di Padang Kancur dan Mandiwarah manyubalah gunung Tunggul Buta tarus kapada Pahalatan Riyam Kanan dan Riyam Kiwa dan tamunih yaitu Kusan.
Kamudian aku mambari keris ngarannya Abu Gagang kapada cucuku.
Kamudian lagi aku mambari suatu kampung ngarannya Margasari dan Muhara Marampiyau dan tarus di Pabaungan kahulunya Muhara Papandayan tarus kapada kampung Batang Kulur dan kampung Balimau dan kampung Rantau dan kampung Banua Padang tarus kahulunya Banua Tapin.
Demikianlah nang berikan kapada cucuku adanya.
Syahdan maka adalah pemberianku nang tersebut didalam surat kapada cucuku andarun Hidayatullah hingga turun temurun anak cucunya cucuku andarun Hidayatullah serta barang siapa ada nang maharu biru maka yaitu aku tiada ridha dunia akhirat.
Kamudian aku mambari tahu kapada sekalian anak cucuku dan sekalian raja-raja nang lain dan sekalian hamba rakyatku sabarataan mesti ma-rajakan kapada cucuku andarun Hidayatullah ini buat ganti anakku Abdurrahman adanya.
Tertulis kapada hari Isnain tanggal 12 bulan Shaffar 1259
Syahid mufti Haji Jamaluddin, Syahid pengulu Haji Mahmut

Letjen Z. A. Maulani

0 comments

Letnan Jendral (Purn.) Zaini Azhar Maulani lahir di Marabahan, Kalimantan Selatan, 6 Januari 1939. Z.A Maulani lulus dari Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang pada tahun 1961 dan kemudian dari Command and General Staff College, Quetta, Pakistan pada tahun 1971 dan Lemhanas tahun 1982.
Karir Z. A Maulani di dunia militer diawali sebagai Komandan Peleton, Kompi I, Batalyon 145/Sriwijaya. Sempat ditugaskan sebagai Atase Militer Kedutaan Besar RI di London, beliau kemudian menjadi Panglima Kodam VI Tanjungpura tahun 1988-1991. Dari Kodam Tanjungpura beliau kemudian menjabat Sekretaris Jenderal Departemen Transmigrasi pada tahun 1991-1995. Z. A Maulani lalu menjadi staf ahli Menristek/BPPT pada tahun 1995-1998.
Z.A. Maulani termasuk produktif dalam menulis, hasil karyanya diantaranya adalah Strategi Pertahanan Pulau-pulau Besar, Demokratisasi dan Pembangunan Daerah, Perang Afganistan : Perang Menegakkan Hegemoni Amerika di Asia Tengah, Mengapa Barat Menfitnah Islam, Jamaah Islamiyah dan China Policy, dan Merajut Persatuan di Tengah Badai. Dibidang organisasi, beliau pernah menjadi aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII). Kemudian beliau menggagas berdirinya Perkumpulan Alumni Pelajar Islam Indonesia. Beliau pernah juga menjabat Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia.
Jabatan puncak yang pernah beliau penuhi adalah Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara pada Kabinet Reformasi periode September 1998 – 20 November 1999. Setelah itu, beliau lebih menaruh perhatian pada politik dalam negeri dan keislaman.
Pada tanggal 5 April 2005, Z.A Maulani meninggal dunia di Jakarta setelah dirawat di RSPAD Gatot Subroto akibat penyakit diabetes, meninggalkan seorang istri, enam anak dan 19 cucu.

Sejarah Banjar (Kalimantan Selatan)

1 comments

8000 SM :Migrasi I, Manusia ras Austrolomelanesia mendiami gua-gua di pegunungan Meratus. Ras ini melanjutkan migrasi ke pulau Papua dan Australia. Fosilnya ditemukan di Gua Babi di Gunung Batu Buli, Desa Randu, Muara Uya, Tabalong.
2500 SM : Migrasi II yaitu bangsa Melayu Proto dari pulau Formosa ke pulau Borneo yang menjadi nenek moyang suku Dayak (rumpun Ot Danum).
1500 SM : Migrasi bangsa Melayu Deutero ke pulau Borneo.
400 : Migrasi orang India (Tamil) menyebarkan agama Hindu ke Kalimantan, bersamaan dengan migrasi orang Sumatera yang membawa bahasa Melayu dan mulai tumbuhnya Bahasa Banjar Hulu.
242 - 1362 : Munculnya Kerajaan Tanjungpuri di Kahuripan (Tanjung) yang didirikan suku Melayu.
600 : Suku Dayak Maanyan melakukan migrasi ke pulau Bangka selanjutnya ke Madagaskar.
1025 : migrasi suku Melayu dari Kerajaan Sriwijaya akibat serangan tentara Cola Mandala (India).
1200 : Orang Tabalong yang berbahasa Melayu Bukit dan bahasa maayan mendiami wilayah Tabalong,
1355 : Kedatangan Empu Jatmika dan menaklukan Kerajaan Nan Sarunai pasukan yang dipimpin Aria Megatsari, seorang Menteri Penganan/Bentara Kanan atas perintah Maharaja Empu Jatmika; Empu Jatmika mendirikan pemukiman dan Candi Laras dengan pondasi tiang pancang ulin yang disebut kalang-sunduk di wilayah rawa daerah aliran sungai Tapin dan menobatkan dirinya sebagai raja Kerajaan Negara Dipa; Empu Jatmika menaklukan penduduk asli wilayah Banua Lima yaitu lima daerah aliran sungai (DAS) yaitu Batang Alai, Tabalong, Balangan, Pitap, dan Amandit serta daerah perbukitan (Bukit), selanjutnya mendirikan Candi Agung di Amuntai Tengah, Hulu Sungai Utara.
1360 : Lambung Mangkurat, Patih Kerajaan Negara Dipa berangkat ke Majapahit untuk melamar Raden Putra, sebagai calon suami Putri Junjung Buih.
1362 – 1448 : berdirinya Kerajaan Negara Dwipa dengan Raja Sultan Suryanata.
1362 : Wilayah Barito, Tabalong dan Sawuku menjadi daerah taklukan Kerajaan Majapahit. Hancurnya Kerajaan Nan Sarunai, kerajaan Suku Dayak Maanyan karena serangan Majapahit. Pangeran Suryanata dari Majapahit berhasil menjadi raja Negara Dipa.
1385 – 1421 : masa pemerintahan Pangeran Surya Gangga Wangsa
1421 – 1436 : masa pemerintah Raden Carang Lalean
1436 – 1448 : masa pemerintahan Putri Kalungsu
1448 : Masa Kerajaan Negara Daha, Raden Sekarsungsang menjadi Raja pertama; daerah Muara Bahan ditetapkan sebagai Bandar kerajaan di tunjuk Patih Arya Taranggana.
1448-1526 : berdirinya kerajaan Nagara Daha dengan Muara Hulak (Nagara) sebagai ibukota. Raja pertama Raden Sari Kaburangan.
1448 – 1486 : masa pemerintahan Raden Sari Kaburangan
1486 – 1515 : masa pemerintahan Maharaja Sukarama
1511 : migrasi suku melayu akibat runtuhnya Kerajaan Malaka diserang Portugis, migrant ini mendiami sepanjang sungai Kuin.
1515 : Maharaja Sukarama wafat, diwasiatkan yang menjadi raja adalah Pangeran Samudra.
1515 - 1519 : masa pemerintahan Arya Mangkubumi, arya Mangkubumi dibunuh Sa’ban atas suruhan Pangeran Tumanggung; Pangeran Samudra melarikan diri ke hilir Barito.
1519 – 1526 : masa pemerintahan Pangeran Tumanggung.
1524 : penobatan Pangeran Samudra oleh Patih Masih sebagai raja di Muara Kuin.
6 September 1526 : pertempuran antara Kerajaan Banjar dipimpin Pangeran Samudra dengan Kerajaan Negara Daha dipimpin Pangeran Tumenggung di Jingah Besar, Pangeran Samudra dibantu Kerajaan Demak.
24 September 1526 : kemenangan Pangeran Samudra dan pembentukan Kerajaan Banjar, dengan memasukkan Kerajaan Nagara Daha.
1526-1545 : Masa pemerintahan Pangeran Samudera (Sultan Suriansyah).
24 September 1526 : Pangeran Samudera memeluk Islam dan bergelar Sultan Suriansyah.
1545-1570 : Masa pemerintahan Sultan Rahmatullah (Raja II) di Banjarmasin
1570-1695 : Masa pemerintahan Sultan Hidayatullah (Raja III) di Banjarmasin
1595-1620 : Masa pemerintahan Sultan Musta'inbillah (Raja IV) di Banjarmasin.
1596 : Belanda merampas 2 jung lada dari Banjarmasin yang berdagang di Kesultanan Banten.
14 februari 1606 : Ekspedisi Belanda dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin, Karena perangainya yang buruk nahkoda ini terbunuh dalam suatu kericuhan.
1612 : Belanda menembak hancur Banjar Lama (kampung Keraton) di Kuin, sehingga ibukota kerajaan dipindahkan dari Banjarmasin ke Telok Selong, Martapura.
1620 – 1637 : masa pemerintahan Sultan Inayatullah (Raja V).
1637 – 1642 : masa pemerintahan Sultan Saidulllah (Raja VI).
1638 : seorang Asisten Belanda terbunuh di Benua Anyar, pertempuran juga menewakan 64 orang bangsa Belanda, selanjutnya 27 orang Martapura terbunuh, dibalas 40 orang Belanda tewas; Sultan Tallo sebagai Mangkubumi Raja Gowa Sultan Malikussaid mengadakan perjanjian dengan Sultan Mutainbillah untuk meminjam wilayah Banjar bagian tenggara dan timur sebagai tempat berdagang suku Bugis.
1642 – 1660 : masa pemerintahan Sultan Rakyat Allah (Raja VII).
1660 – 1663 : masa pemerintahan Sultan Amrullah Bagus Kesuma (Raja VIII).
1660 : Diadakan perjanjian perdamaian antara Belanda dan Banjar; Pangeran Dipati Tuha (anak Sultan Saidullah) mengamankan wilayah Tanah Bumbu dari pendatang.
1663 – 1679 : masa pemerintahan Sultan Agung.
1664 : perubahan nama Bandarmasih menjadi Banjarmassingh (dealek Belanda).
1680 – 1700 : masa pemerintahan Sultan Amrulllah Bagus Kusuma kembali.
1700 – 1734 : masa pemerintahan Sultan Hamidullah.
1734 – 1759 : masa pemerintahan Sultan Tamjiddullah.
1733 : Puana Dekke miminjam tanah di wilayah Tanah Kusan kepada Sultan Tamjidullah I yang kelak dinamakan Pagatan.
1759 – 1761 : masa pemerintahan Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah.
1761 – 1801 : masa pemerintahan Sultan Tahmidullah.
14 Mei 1787 : Penyerangan Pangeran Amir dengan tentara Kerajaan Pasir ke Banjar, namun akhirnya Pangeran Amir (kakek Antasari) ditangkap Belanda, selanjutnya diasingkan ke Srilangka.
1801 – 1825 : masa pemerintahan Sultan Sulaiman.
1815 – 1816 : Inggris menguasai Maluka, Liang Anggang, Kurau dan Pulau Lamai dipimpin Residen Alexander Here.
1825 – 1857 : masa pemerintahan Sultan Adam Al Wasyibillah.
15 Muharam 1251 H/1825 : Pemberlakuan Undang Undang Sultan Adam (UUSA 1825).
1852 : pengangkatan Pangeran Tamjidillah II sebagai Raja Muda merangkap Mangkubumi.
30 April 1856 : Belanda menerima konsesi tambang batu bara yang ditanda tangani Sultan Adam.
9 Oktober 1856 : Pengangkatan Pangeran Hidayatullah sebagai Mangkubumi, sedangkan Raja Muda tetap Pangeran Tamjidillah II.
1 November 1857 : Sultan Adam wafat.
3 November 1857 – 25 Juni 1859 : Masa pemerintahan Sultan Tamjidillah II, kemudian Sultan yang disetujui Belanda sebagai raja Banjar.
3 November 1857 : pertemuan rencana perang melawan Belanda di Martapura, antara Pangeran Hidayatullah, Pangeran Prabu dan Ratu Kemala Sari (istri Sultan Adam).
23 Februari 1858 : Pangeran Prabu (anak Sultan Adam) dibuang ke Bandung.
September 1858 : Tumenggung Jalil tidak mau lagi membayar pajak kepada Belanda.
2 Februari 1859 : kedatangan tentara Belanda dengan Kapal Arjuna, namun 3 hari kemudian dipulangkan lagi ke Batavia.
Februari 1859 : Ratu Kemala Sari dan anak-anaknya menyerahkan kerajaan dengan Pangeran Hidayatullah.
28 April 1859. Pecahnya Perang Banjar :
- Berbekal 300 orang pasukan Antasari menyerang tambang batu bara Belanda di Pengaron.
- Serangan di Marabahan
- Serangan di Gunung Jabuk
- Serangan di Tabanio, dipimpin Demang Lehman, H. buyasin dan Kyai Langlang.
- Serangan di Pulau Petak, Pulau Telo, dan disepanjang Sungai Barito, dipimpin Tumenggung Surapati dan Pambakal Sulil
- Sweeping di Banua Lima, dipimpin Tumenggung Jalil, Pambakal Gafur, Duwahap, Dulahat, dan Penghulu Abdul Gani.
- Serangan terhadap Kapal Cipanas di Martapura
29 April 1859, tambang batu bara Oranye Nassau diserbu.
1 Mei 1859, pasukan Antasari menyerang tambang batu baru Juliana Hermina, serangan di Kalangan, Banyu Irang, dan Bangkal dipimpin Pangeran Arya Ardi Kesuma.
Juni 1859 : pertempuran di Sungai Besaran dipimpin Pambakal Sulil
8 Juni 1859 : Belanda mengumumkan keadaan darurat perang.
12 Juni 1859 : bantuan tentara Belanda datang dengan Kapal Arjuna, Celebes, Montrado, Bone, dan van Os.
14 Juni 1859 : pertemuan Pangeran Hidayat dengan Andressen, namun buntu.
15 juni 1859 : Sweeping oleh Belanda di Martapura.
17 Juni 1859 : pertempuran di Sungai Raya.
25 Juni 1859 : Sultan Tamjidillah II diturnkan secara paksa oleh Belanda, terjadi pertempuran di Cempaka.
30 Juni 1859 : serangan ke Martapura di pimpin Demang Lehman, 10 pejuang gugur.
Juli 1859 : tenggelamnya Kapal Cipanas di Pulau Kanamit.
16 Juli 1859 : Sultan Tamjidillah II di buang ke Jawa.
Agustus 1859 : serangan ke Banjarmasin dipimpin Kyai Mangun Karsa, pertempuran di benteng Tabanio, dimmpimpin Demang Lehman dan H. Buyasin.
September 1859 : pertemuan Pangeran Hidayat dengan panglima-panglima, Pangeran Hidayat dinobatkan menjadi Raja.
27 September 1859 : pertempuran di Gunung Lawak, dipimpin Demang Lehman, Aminullah, Antaludin, dan Ali Akbar.
28 September 1859 : bantuan tentara Belanda dari Surabaya.
13 November 1859 : Verspyck mengeluarkan ultimatum agar Pangeran Hidayatullah menyerah dalam 20 hari.
14 November 1859 : gugurnya Pambakal Sulil di Sungai Basaran.
23 Desember 1859 : pertempuran di Kuala Kapuas oleh suku dayak.
26 Desember 1859 : tenggelamnya Kapal Onrust oleh Tumenggung Surapati di Lontontour.
Desember 1859, Tumenggung Antaluddin bersama dengan Demang Lehman, Pangeran Aminullah, Kusin dan Ali Akbar, mempertahankan Benteng Munggu Tajur.
2 Januari 1860 : serangan terhadap Kapal van Os di Pulau Petak
9 Februari 1860 : serangan terhadap Kapal Suriname di Lontontour, kapal sampai rusak.; pertempuran Masjid Amuntai.
22 Februari 1860 ; serangan terhadap Kapal Montrado di Lontontour
31 Maret 1860 : penyerbuan Benteng Amawang dipimpin Demang Lehman.
18 Maret 1860 : pertempuran di Pamangkih, Walangku, Kasarangan, Pantai Hambawang, Barabai, dan Aluan.
15 Mei 1860 : pertempuran di Tanjung, dipimpin Tumenggung Jalil.
11 Juni 1860 : Kerajaan Banjar dihapuskan secara sepihak oleh Belanda, dengan proklamasi yang ditandatangani Residen Surakarta FN.Nieuwenhuijzen yang merangkap Komisaris Pemerintah Belanda untuk Daerah Afdeling Kalimantan Selatan-Timur.
9 Agustus 1860 : serangan terhadap Benteng Kelua, dipimpin Pangeran Antasari.
17 Agustus 1860 : Pangeran Antasari mendirikan Benteng Tabalong.
27 Agustus 1860 : serangan di Martapura dipimpin Pangeran Muda.
September 1860 : pertempuran di Rumpanang dan Tambarangan, dipimpin Singa Jaya.
3 September 1860 : Pertempuran Benteng Madang pertama, dipimpin Demang Lehman dan Tumenggung Antaludin..
4 September 1860 : pertempuran Benteng Madang kedua
13 September 1860 : pertempuran Benteng Madang ketiga
15 September 1860 : pertempuran di Sungai Malang, Amuntai, dipimpin H. Abdullah.
18 September 1860 : pertempuran Benteng Madang Keempat
22 September 1860 : pertempuran Benteng Madang kelima.
13 Oktober 1860 : pertempuran Benteng Batu Mandi, dipimpin Tumenggung Jalil.
17 Oktober 1860 : pertempuran di Jati, dipimpin Kyai Jayapati.
25 Oktober 1860 : pertempuran di Bulanin, dipimpin Demang Lehman.
27 Oktober 1860 : pertempuran di Jati lagi, dipimpin Kyai Jayapati dan Demang Jaya Negara Seman.
November 1860 : pertempuran di masjid Jati, dipimpin Tumenggung Diparaksa.
1 November 1860 : Belanda mendinamit bangkai Kapal Onrust di Lontontour.
24 Februari 1861 : pertempuran di Amalang dan Maleno, dipimpin Demang Lehman dan Guna Wijaya.
3 Maret 1861 : pertempuran di Rantau, dipimpin Jaya Warna.
19 Maret 1861 : pertempuran di Karang Intan, dipimpin Tumenggung Gamar.
21 April 1861 : Pertempuran benteng Amawang, 2 tahun Perang Banjar, dipimpin Tumenggung Antaludin dan Demang Lehman, tewasnya Von Ende.
23 April 1861 : serangan di Bincau.
April 1861 : penangkapan dan hukuman mati untuk Pangeran Kasuma Ningrat (paman Pangeran Hidayat), Kyai Nakut, dan Pambakal Matamin; pertempuran di Binuang, Tumpakan Mati, Karang Jawa, Kandangan dan Nagara..
4 Mei 1861 : Pertempuran di Paringin dipimpin pasukan Antasari, tewasnya Van der Wijck.
13 Mei 1861 : pertempuran di Gunung Wowong, Karouw, Dayu dan Sihong.
16 Mei 1861 : serangan di Paringin dipimpin H. Dulgani.
18 Mei 1861 : pertempuran di Pagat.
27 Mei 1861 : pertempuran di Barabai dipimpin Gusti Wahid.
Mei 1861 : pertempuran di Martapura, Tanah Laut, Rantau, kandangan, Barabai, Amuntai, Paringin, Tabalong dan daerah Barito.
10 Juni 1861 : pertempuran di Gunung Kupang, Awang Bangkal, dan Batu Mahalon.
18 Juni 1861 : serangan awal di Martapura.
19 Juni 1861 : pertempuran di Gunung Pamaton dipimpin Pangeran Hidayatullah.
20 Juni 1861 : pertempuran di Kuala Tambangan dipimpin Tumenggung Gamar.
22 Juni 1861 : serangan di Mataraman dan Suwatu dipimpin Pambakal Mail dan Tumenggung Buko.
3 Juli 1861 : serangan di benteng Barabai dipimpin Raksa Yuda.
18, 22, 24 Juli 1861 : pertempuran di Buntok.
Agustus 1861 : Pertempuran di Gunung Pamaton dan Gunung Halau-halau dipimpin Tumenggung Antaludin dan Kiai Cakrawati (Galuh Sarinah).
1 Agustus 1861 : pertempuran di benteng Limpasu, tewasnya Letnan Hoyyel.
10 Agustus 1861 ; pertempuran di benteng Pagger dipimpin Pangeran Singa Terbang.
2 September 1861 : pertempuran di benteng Batu Putih, gugurnya Pangeran Singa Anum dan Gusti Matali.
24 September 1861 : gugurnya Tumenggung Jalil pada pertempuran Benteng Tundakan.
2 Oktober 1861 : Demang Lehman masuk Martapura menemui Regent Martapura.
6 oktober 1861 : Demang Lehman ke Banjarmasin berunding dengan Resident Verpyck, perundingan secara empat mata, selesai perundingan rombongan kembali ke Martapura.
8 Oktober 1861 : pertempuran di Habang dan Kriniang dipimpin H. Badur
18 Oktober 1861 : pertempuran di Banua Lawas dipimpin H. Badur
Oktober 1861 : pertempuran di Banua Lawas dan Teluk Pelaeng, gugur 18 orang.
6 November 1861 : pertempuran di Pelari, dipimpin Pangeran Antasari dan Tumenggung Surapati.
8 November 1861 : pertempuran di Gunung Tungka dipimpin Pangeran Antasari, Tumenggung Surapati dan Gusti Umar, tewasnya Kapten Van Vloten.
9 November 1861 : serangan di Teluk Selasih, tewasnya Regent amuntai.
25 Nopember 1861 : pertemuan Pangeran Hidayatullah dengan Demang Lehman, dan diputuskan Pangeran Hidayatullah menemui Ibu Ratu Siti di Martapura.
November 1861 ; pertempuran di Gunung Marta Niti Biru dan Kria Wijaya Bepintu, dipimpin Kyai Karta Nagara.
5 Desember 1861 : pertempuran di Jatuh dipimpin Penghulu Muda, tewasnya Opsir Koch.
15 Desember 1861 : pertempuran di Banua Lawas,tewasnya Letnan Ajudan I Cateau van Rosevelt.
16 Desember 1861 : terbunuhnya Kontrolir Fujick di Margasari dan Letnan Croes juga tewas di Sungai Jaya, oleh Tagab Obang.
28 Januari 1862 : Pangeran Hidayatullah dan Ratu Siti masuk Martapura, berdiam di rumah Residen Martapura.
30 - 31 Januari 1862 : perundingan antara Pangeran Hidayatullah dengan Regent Letnan Kolonel Verpyck di pendopo rumah Asisten Resident, Pangeran Hidayatullah tertipu oleh janji Belanda.
3 Februari 1862 : Pangeran Hidayatullah menuju ke Pasayangan.
4 Februari 1862 : Pangeran Hidayatullah meninggalkan pasayangan menuju Pamaton; Masjid Pasayangan berumur 140 tahun dibakar Belanda.
22 Februari 1862 : tertangkapnya Ratu Siti; dibawanya Pangeran Wira Kusuma ke Banjarmasin.
28 februari 1862 : Pangeran Hidayatullah masuk Martapura menemui Ratu Siti di pendopo Regent Martapura.
3 Maret 1862 : Pangeran Hidayatullah dibawa dengan Kapal Bali menuju Batavia, dikawal Kontrolir Kuin Letnan Verstege.
14 Maret 1862 : Pangeran Antasari dinobatkan sebagai Panambahan Amiruddin Khalifatul Mu’minin, sebagai kepala pemerintahan, pemimpin agama, dan panglima tertinggi.
11 Oktober 1862 : wafatnya Pangeran Antasari di Tanah Kampung Bayan Begok Sampirang, Murung Raya.
1862 – 1905 : masa pemerintahan Sultan Muhammad Seman.
19 Oktober 1863 : tertangkapnya Sultan Kuning.
1864 : serangan Tumenggung Surapati di Muara Teweh dan Montallat
27 Februari 1864 : Demang Lehman dihukum gantung di lapangan Martapura.
1865 : Penghulu Rasyid gugur di Kelua, Tumenggung Naro gugur di Gunung Kayu, Balangan.
26 Januari 1866 : H. Buyasin gugur.
1867 : serangan Tagap Kurdi di Amuntai.
1870 : serangan Panglima Wangkang di Marabahan dan Banjarmasin.
1875 : wafatnya Tumenggung Surapati karena sakit.
1883 : serangan Sultan Muhammad Seman di Tanjung, Amuntai dan Balangan.
1 Juli 1883 : serangan di Lampihong.
1885 : ditangkapnya Pangeran Perbatasari di Pahu Kutai, kemudian Pangeran dibuang ke Tondano.
1886 : serangan Tumenggung Gamar di Tanah Bumbu.
1899 : Residen C.A Kroesen memimpin Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo
1899 : peristiwa Hamuk Hantarukung dipimpin Bukhari
1904 : wafatnya Pangeran Hidayatullah di Cianjur; dibuangnya Gt. Muhammad Arsyad ke Bogor.
1906 : dibuangnya Ratu Zaleha ke Bogor, berkumpul suami (Gt. Muhammad Arsyad).
24 Januari 1905 : Sultan Muhammad Seman, putra Pangeran Antasari gugur di Benteng Baras Kuning.
24 Agustus 1905 : Panglima Batur ditangkap di Muara Teweh
1915 : Sarekat Islam mendirikan Madrasah Darussalam di Martapura.
1919 : Banjarmasin mendapat otonom pemerintahan menjadi Gemeente Bandjermasin.
1923 : National Borneo Congres ke-1.
29-31 Maret 1924 : National Borneo Congres ke-2, dihadiri wakil-wakil Perserikatan Dayak dan Sarekat Islam lokal.
24 September 1924 : pembentukan Kotamadya Banjarmasin.
1927 : pemberontakan di Tabalong dipimpin Barmawi atas kerja paksa.
5 Maret 1930 : Keluarnya ketetapan no. 253 dan 254 tentang berdirinya cabang Muhammadiyah di Banjarmasin dan Alabio
1937 : kembalinya Ratu Zaleha dari pembuangan ke Martapura; pemberontakan Hariang, banua Lawas, sehingga Kepala Distrik Kyai Masdhulhak tewas.
1938 – 1942 : masa Gubernur Borneo dr. A. Haga
1938 : Wester afdeeling van Borneo, Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo menjadi sebuah propinsi di Hindia Belanda. Gemeente Bandjermasin ditingkatkan menjadi Stads Gemeente Bandjermasin.
25 Desember 1941 : Jepang membom Lapangan Terbang Ulin
21 Januari 1942 : Jepang menembak jatuh pesawat Catalina-Belanda di sungai Barito perairan Alalak, Barito Kuala,
6 Februari 1942 : pemerintahan Kalimantan vakum.
8 Februari 1942 : Jepang memasuki Muara Uya, Tabalong, Gubernur Haga mengungsi ke Kuala Kapuas menuju Puruk Cahu, Murung Raya.
10 Februari 1942 : Tentara Jepang memasuki Banjarmasin.
Februari 1942 : Dengan persetujuan walikota Banjarmasin H. Mulder dibentuk Pimpinan Pemerintahan Civil (PPC) diketuai Mr. Rusbandi, sebagai pemerintahan sementara.
12 Februari 1942 : Tentara Jepang mengeluarkan maklumat kota Bajarmasin dan daerahnya diserahkan kepada PPC (Pimpinan Pemerintahan Civil)
5 Maret 1942 : A.A Hamidhan menerbitkan surat kabar Kalimantan Raya.
17 Maret 1942 : Gubernur A. Haga menyerah dengan jepang di Puruk Cahu, kemudian ditahan di Benteng Tatas.
18 Maret 1942 : Kiai Pangeran Musa Ardi Kesuma ditunjuk Jepang sebagai Ridzie, penguasa penuh dan tertinggi pemerintah sipil meliputi wilayah Banjarmasin, Hulu Sungai dan Kapuas-Barito (Dayak Besar).
Mei 1943 : penangkapan Jepang terhadap orang-orang Belanda lalu dihukum mati.
17 April 1945 : Rakyat Banjarmasin mulai diwajibkan memberi hormat dengan membungkukkan badan kepada setiap tentara Jepang baik yang naik sepeda, mobil dan sebagainya.
6 Mei 1945 : Pembentukan TRI pasukan MN 1001, MKTI di Yogyakarta oleh Ir. Pangeran M. Noor
18 Agustus 1945 : Pemerintahan Sukarno-Hatta menunjuk Ir. H. Pangeran Muhammad Noor sebagai gubernur Kalimantan
23 Agustus 1945 : Berdirinya organisasi kelaskaran GEMIRI (Gerakan Rakyat Mempertahankan Republik Indonesia) di Kandangan, Hulu Sungai Selatan.
Agustus 1945 : Berdirinya organisasi kelaskaran Badan Pemberontak Rakyat Kalimantan di Kandangan, Hulu Sungai Selatan.
2 September 1945 – 1950 : masa Gubernur Ir. Pangeran M. Noor, Gubernur pertama.
23 September 1945 : Berdirinya organisasi kelaskaran Pasukan Berani Mati di Alabio, Hulu Sungai Utara.
November 1945 : Berdirinya organisasi kelaskaran Laskar Syaifullah di Haruyan, Hulu Sungai Tengah.
20 November 1945 : Berdirinya organisasi kelaskaran GERPINDOM (Gerakan Rakyat Pengajar/Pembela Indonesia Merdeka) di Amuntai, Hulu Sungai Utara.
1945 : Berdirinya organisasi kelaskaran GERPINDOM (Gerakan Pemuda Indonesia Merdeka) di Birayang, Hulu Sungai Tengah, Barisan Pelopor Pemberontakan (BPPKL) di Martapura, Banjar dan Banteng Borneo di Rantau, Tapin serta Laskar Hasbullah di Martapura, Pelaihari, Rantau dan Hulu Sungai.
30 Oktober 1945 : penyusupan Hasan Basri dan kawan-kawan dari Jawa.
5 Desember 1945 : Pertempuran Marabahan di Barito Kuala.
24 September 1946 : penangkapan lasykar Saifullah oleh Belanda di Kandangan pada saat pasar malam.
18 November 1946 : pembentukan Batalyon TNI ALRI DIVISI IV (A) oleh Hasan Basri dengan melebur Banteng Indonesia dan organisasi kemiliteran lainnya.
Mei 1947 : pertempuran di Hambawang Pulasan, Barabai di pimpin H. Aberanie Sulaiman, 48 serdadu Belanda tewas sedangkan 1 orang pejuang gugur yaitu Made Kawis.
18 Juli 1948 : peristiwa pertempuran di Wawai, Birayang, 16 orang pejuang gugur.
Agustus 1948 : pertempuran di Hambawang Pulasan, Barabai dipimpin Aliansyah.
21 Desember 1948 : Pertempuran Hawang, Hulu Sungai Tengah.
2 Januari 1949 : Pertempuran di Negara di Hulu Sungai Selatan (Palagan Nagara).
7 Januari 1949 : pembentukan Panitia Persiapan Proklamasi Kalimantan, dengan ketua H. Aberanie Sulaiman.
6 Februari 1949 : Pertempuran Pagatan di Tanah Bumbu.
14 Februari 1949 : pertempurang di Batu Tangga, Birayang, 2 orang pejuang gugur.
15 Mei 1949 : Perumusan teks proklamasi di Telaga Langsat, dipimpin H. Aberanie Sulaiman.
17 Mei 1949 : Proklamasi Kalimantan oleh Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan Letkol. Hasan Basry
3 Juni 1949 : Pertempuran Serangan Umum Kota Tanjung di Tabalong.
15 April 1949 : Pertempuran Batakan di Tanah Laut.
8 Agustus 1949 : Pertempuran Garis Demarkasi di Karang Jawa, Kandangan, Hulu Sungai Selatan.
2 September 1949 : perundingan antara TNI ALRI DIVISI (A) yaitu Hasan Basri dengan Belanda diwakili Jenderal Mayor Suharjo dan UNCI sebagai penengah di Munggu Raya, Kandangan.
2 September 1949 : pengakuan Angkatan Perang Republik Indonesia terhadap TNI ALRI DIVISI (A) sebagai bagian dari angkatan perang dan mengangkat Hasan Basri sebagai Komandan Batalyon dengan pangkat Letnan Kolonel.
1 November 1949 : peleburan TNI ALRI DIVISI (A) ke dalamTNI Angkatan Darat Divisi Lambung Mangkurat, dengan panglima Letkol Hasan Basri dan Kepala Staf Mayor H. Aberani Sulaiman.
9 November 1949 : Pertempuran di Banjarmasin.
01 Juni 1950 : pembentukan Kabupaten Kotabaru.
14 Agustus 1950 : pembentukan Propinsi Kalimantan; pembentukan Kabupaten Banjar.
14 Agustus 1950 – 1953 : masa Gubernur dr. Mordjani
2 Desember 1950 : pembentukan Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dengan Bupati Syarkawi.
2 Mei 1952 : berdirinya Kabupaten Amuntai.
1953 – 1955 : masa Gubernur Mas Subardjo.
2-3 September 1953 : musyawarah tokoh-tokoh untuk pembentukan Kabupaten Barabai.
24 September 1953 : wafatnya Ratu Zaleha.
14 Januari 1953 : Perubahan nama Kabupaten Amuntai menjadi Kabupaten Hulu Sungai Utara.
23 September 1953 : Wafatnya Ratu Zaleha, putri Sultan Muhammad Seman, sebelumnya diasingkan di Cianjur.
11 Januari 1954 : turun gunungnya Bulan Jihad (sahabat Ratu Zaleha) dari pedalaman Kalimantan.
4 April 1954 : pembentukan Panitia Penuntutan Kabupaten Barabai di rumah Asisten Wedana Abdul Muis Ridhani, ditunjuk sebagai ketua adalah A. Zaini.
1955 – 1957 : masa Gubernur Raden Tumenggung Arya Milono.
7 Desember 1956 : Terbentuknya Provinsi Kalimantan Selatan yaitu gabungan dari Kotawaringin, Dayak Besar, Daerah Banjar dan Federasi Kalimantan Tenggara. Belakangan Pasir (bagian Federasi Kalimantan Tenggara) bergabung ke provinsi Kalimantan Timur.
1957 : pembentukan Propinsi Kalimantan Selatan dari hasil pemekaran.
1957 – 1959 : masa Gubernur Syarkawi.
23 Mei 1957 : Wilayah Kotawaringin dan Dayak Besar membentuk provinsi Kalimantan Tengah.
1958 : musyawarah masyarakat Tapin di Balai Rakyat menghasilkan Badan Musyawarah Penuntut Kabupaten Tapin, yang diketuai H Isbat
15 Maret 1958 : pembentukan Panitia Penuntutan Kabupaten Tabalong dengan ketua Juhri.
11 November 1958 : Pengangkatan kerangka Pangeran Antasari untuk dimakamkan di Komplek Makam Pahlawan Perang Banjar di Banjarmasin.
1959 – 1963 : masa Gubernur Maksid.
24 Desember 1959 : pembentukan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
4 Januari 1960 : pembentukan Kabupaten Barito Kuala.
22 Agustus 1960 : pembekuan kegiatan PKI dan ormasnya oleh Kepala Penguasa Perang Daerah kalsel Brigjen Hasan Basri.
3 Juni 1961 : pembentukan Panitia Penuntutan Kabuapaten Tanah Laut (Panitia 17), dengan ketua Soeparjan.
1-2 Juli 1961 : musyawarah besar Tanah Laut menghasilkan pembentukan Panitia Penyalur Hasrat Rakyat Tuntutan Daswati II Tanah Laut yang diketuai H. M. N. Manuar.
1963 – 1963 : masa Gubernur Abu Jahid Bustami.
1963 – 1968 : masa Gubernur Aberani Sulaiman.
30 November 1965 : pembentukan Kabupaten Tapin.
1 Desember 1965 : pembentukan Kabupaten Tabalong.
02 Desember 1965 : pembentukan Kabupaten Tanah Laut.
1968 – 1970 : masa Gubernur Jasmani.
23 Maret 1968 : pemberian Gelar Pahlawan Nasional untuk Pangeran Antasari.
1970 – 1980 : masa gubernur Subarjo Sosroroyo.
15 Januari 1979 : wafatnya Ir. Pangeran M. Noor, Gubernur Kalimantan pertama dimakamkan di Jakarta.
1980 – 1984 : masa Gubernur Mistar Cokrokusumo.
1984 – 1995 : masa Gubernur Ir. H.M. Said.
15 Juli 1984 : wafatnya Brigjen Hasan Basri, dimakamkan di Liang Anggang, Banjarbaru
10 November 1991 : Peresmian Museum Wasaka oleh Gubernur Kalsel Ir. H. Muhammad Said.
1995 – 2000 : masa Gubernur Gusti Hasan Aman.
23 Mei 1997 : Peristiwa Jumat Kelabu di Banjarmasin, kampanye pemilu yang berakhir kerusuhan bernuansa SARA (partai).
2000 – 2005 : masa Gubernur Syahriel Darham.
20 April 2000 : pembentukan kota Banjarbaru.
3 November 2001 : pemberian gelar Pahlawan kemerdekaan untuk Brigjen Hasan Basri.
8 April 2006 : pembentukan Kabupaten Balangan dan Tanah Bumbu.
2005 - 2010 : masa Gubernur Rudy Ariffin.